Peristiwa anak sekolah SD di Medan, duduk di lantai selama 2 hari karena menunggak pembayaran. Telah mencoreng dunia pendidikan kita.
Memperlihatkan nilai nilai esensi pendidikan yang telah mati dalam jiwa pendidik. Oknum pendidik lupa peran dan amanahnya sebagai guru. Atau memang guru tersebut memiliki peran ganda dalam sekolah, selain mengajar. Sehingga lupa membedakan antara penanggung jawab keuangan sekolah dan sebagai guru. Sehingga melihat anak menunggak pembayaran sebagai beban berat sekolah.
Karena pendidikan negara ini tidak berbasis kebutuhan materi semata, melainkan syarat berdirinya sebuah negara, untuk melaksanakan pendidikan yang setara, yang sama, yang layak, karena pencapaian konstitusi kita untuk kecerdasan bangsa.
Pendidikan ini ruh jiwa bangsa kita ya. Apalagi perhatian RPJMN saat ini berfokus pada SDM menyambut usia produktif generasi emasnya. Yang benar benar harus disiapkan dengan serius dan fokus. Bahkan negara ini sampai mengintervensi soal sekedar makan anak dengan program Makan Bergizi Gratis. Karena kita tahu gizi sangat penting sebelum masuk ke dunia belajar. Modal kesehatan anak yang tinggi akan menghasilkan anak yang fokus dan unggul. Jadi kalau masih ada hukuman anak seperti ini, bisa mengagalkan upaya negara dalam mencerdaskan bangsa, mengentaskan kemiskinan dan kebodohan sebagai mana ditulis amanat itu dalam Konstitusi kita.
Karena kita sedang giat giatnya melakukan akselerasi peningkatan generasi pendidikan kita. Negara kita telah mempersiapkan berbagai skema, agar kita orang dewasa tidak gagal mendidik anak anak kita. Karena kegagalan dalam mendidik adalah kegagalan mempertahankan negara itu sendiri. Pendidikan menjadi upaya paling mulia dan tinggi dari peran negara dalam mengentaskan kemiskinan, kebodohan demi mempertahankan kedaulatan bangsa. Saya kira kita semua harus terpanggil, dalam membenahi cara cara pandang salah dalam penyelenggaraan pendidikan.
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Tujuan ini menggambarkan cita-cita negara untuk membangun sumber daya manusia yang unggul menjadi tanggung jawab kita semua. Ini sangat esensi ya, apalagi dialami generasi bangsa sejak belia.
Justru kemiskinan yang dialami generasi bangsa, bukanlah dijawab dengan hukuman. Tapi mengentaskan kemiskinan dengan pendidikan.
Karena kita semua sepakat pendidikanlah yang mampu merubah masa depan generasinya. Sehingga bila ada sekolah yang di biayai negara melakukan itu. Maka harus ada segera pembenahan kepada manajemen pendidikan di sekolah tersebut.
Guru yang melakukan perbuatan tersebut. Harus menyadari tugas dan mandatnya. Tugas suci dan mulianya seorang guru. Atas kondisi ini, tentu kita sangat prihatin jika generasi kita, mendapatkan kekerasan psikologis dalam pendidikan. Tentu suram ya wajah pendidikan di mata anak anak, apalagi ini sejak belia mendapatkan perlakuan seperti itu.
Wajah pendidikan kita, harusnya penuh apresiasi, menciptakan lingkungan yang mendukung untuk tumbuh kembang anak. Seharusnya anak anak dapat menceritakan apa yang dialaminya, anak diajak mampu bercerita, sehingga ada partisipasi bermakna. Bagaimana anak anak mampu memiliki daya tahan positif hidup dalam keluarga yang tidak mampu bayar sekolah. Sehingga anak memiliki semangat dan jiwa besar untuk merubah nasibnya melalui pendidikan. Bukan anak dimasukkan urusan orang dewasa, yang saya kira sangat jelas tertera dalam Undang Undang Perlindungan Anak kita ya. Karena hak anak mendapatkan pendidikan secara layak menjadi hilang. Ini jangan dianggap masalah enteng ya, ini sangat besar dampaknya bagi keseluruhan hidup anak dalam pendidikannya ke depan. Bayangkan kalau mereka di masa depan nanti tidak lagi mempercayai institusi pendidikan sebagai jalan terhormat menjadi manusia yang sangat terhormat dalam ketidakberdayaannya menghadapi kemiskinan. Tentu anak anak yang terlahir seperti ini akan jadi patriot bangsa, paling terdepan dalam membela bangsanya.
Bila ini tidak terjadi, maka ia akan berada diliat pendidikan. Menambah angka jutaan anak yang berada di luar jalur formal pendidikan. Tentu kita tahu pendidikan di jalanan tidak bisa menjamin. Karena kondisi jalan yang belum sepenuhnya ramah anak.
Sehingga ada yang salah ka parah dari peristiwa ini. Bagaimana cara pandang menjalankan penyelenggaran pendidikan yang menempatkan anak sebagai obyek kekerasan akibat dampak sistem yang berjalan tidak baik manajemen keuangan sekolah yang tidak berjalan dengan baik, jaminan pendidikan di daerah yang tidak berjalan dengan baik. Karena ini kebutuhan dasar yang wajib diberikan negara.
Tapi kita perlu melihat lebih dalam persoalannya, gap nya dimana, ada dimana masalahnya. Apakah memang betul soal dana PIP, atau pada penyelenggaraan pendidikan di daerah, atau di sekolah. Ini yang perlu di telusuri dinas pendidikan setempat. Agar wajah pendidikan yang seperti ini tidak terulang lagi. Karena kita tahu penyelenggaraan pendidikan sekolah dasar berasa di kewenangan daerah. Pemimpin daerah harus turun mengecek dimana errornya.
Saya meyakini guru yang melakukan ini, tidak hanya persoalan menghukum anak muridnya sendiri soal menunggak pembayaran, tapi ada tumpukan problem soal pribadi guru dan manajemen sekolah. Inilah yang perlu dilihat lebih jauh para pengawas penyelenggaraan pendidikan disana.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515