Kasus anak kelebihan berat badan, dimana antara ukuran tinggi badan dan berat badan tidak sesuai yang dianjurkan kesehatan terlalu nyata di Indonesia, mudah terlihat, yang harusnya langsung bisa di cegah, sama dengan melihat anak anak stunting.
Internasional Diabetes Federation melaporkan Indonesia selama 10 tahun terakhir mengalami lonjakan penderita diabetes. Bila tidak ada langkah tegas, maka akan mencapai 28,57 juta penderita diabetes di tahun 2045. Obesitas dinyatakan sebagai penyumbang 10,3 persen kematian di dunia. Kekhawatiran ini dikuatkan Data SSGI 2022, 1 dari 5 anak usia 5-12 tahun gemuk atau obesitas karena kurang aktifitas fisik: 64,4%.
Ikatan Dokter Anak Indonesia menyatakan saat ini peningkatan kasus diabetes pada anak meningkat 70 persen sejak tahun 2010 dan semakin mengkhawatirkan. Yang artinya melihat data data diatas berarti penderita diabetes semakin belia, dan menjadi beban berat pertumbuhan yang harus terus dibawa dan di tanggung anak anak sampai bertumbuh dewasa. Apalagi banyak keluarga yang masih sangat awam apa itu diabetes, apa itu kandungan gizi, apalagi rencana terhindar dari diabetes. Mungkin tidak pernah masuk dalam agenda perencanaan pengasuhan orang tua Indonesia. Kondisi ini menyebakan 55 persen obesitas di alami di usia anak dan remaja, 80 persennya akan di bawa sampai dewasa.
Hal ini terungkap dalam diskusi menyambut Hari Kesehatan Nasional yang di selenggarakan Himpunan Fayankes Dokter Indonesia (HIFDI) pada 9 November 2024 dengan tema Melawan Obesitas Anak, Mewujudkan Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas 2045 yang menghadirkan Jasra Putra Wakil Ketua KPAI; Ahli Gizi Klinik dr Tirta Prawita Sari, Sp. GK, M.Sc; Dokter Spesialis Anak dr. Agustina Kadaristina, Sp. A, M.S; Sekjen PB IDI dr. Ulul Albab, Sp. OG; Pakar Jaminan Sosial Ahmad Ansyori, SH., M.Hum., CLA, CLS. Yang di moderatori dr Putro S Muhammad Sekjen PP HIFDI.
Bahwa diversifikasi industry dan teknologi pangan dan jajanan yang menyasar anak, benar benar telah melumpuhkan modal kesehatan anak anak kita. Mereka sejak dini mengalami gangguan keseimbangan tubuh, kelainan hormon bahkan kelainan genetik. Peringatan Ikatan Dokter Anak Indonesia pada kenaikan 70 persen penderita diabetes anak seperti sekarang, harus benar benar menjadi perhatian dan menjadi langkah kongkret pemerintah di tengah program makan gratis Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dalam pertemuan tersebut, terungkap penyebab utama diabetes mulai dari konsumsi rokok yang tinggi, pandemi rokok dan rokok manipulatif (seperti rokok cair), makanan berlebih, target pemasaran diversifikasi teknologi pangan yang mengandung gula tinggi terus menyasar anak tanpa bisa di kendalikan, tidak tegasnya aturan makanan mengandung gula yang di produksi dengan manipulatif.
Kemudian konsumsi rokok yang tinggi telah memberi dampak pandemi kepada setiap bayi yang akan lahir, kemudian ditambah ibu yang akan melahirkan obesitas, bahkan di temui ibu hamil yang kecanduan rokok, sehingga menyebabkan anak yang dilahirkan memiliki modal kesehatan yang sangat minim, berat badan bayi rendah dan stunting. Sehingga sejak awal sudah terancam akan meregenerasi penyakit tersebut.
Lingkungan obesogenic merupakan penyebab terjadinya obesitas, seperti lingkungan yang mengabaikan obesitas, polusi yang sangat tinggi seperti sekarang, yang menyebabkan orang enggan beraktifitas, sehingga berlanjut pada banyaknya masalah anak yang tidak menemukan solusi sehingga anak anak mengkonsumsi makanan yang tidak bisa dikendalikan dan diawasi, hal ini di perburuk dengan di dukung industry bentuk beragam fast food yang luar biasa, di tambah air mineral atau air putih yang harusnya bisa dikonsumsi lebih banyak oleh anak anak, namun harganya di kalahkan dengan berbagai minuman berwarna yang sangat murah dengan disertai budaya minum air putih yang sangat kurang, kemudian bentuk ragam jus yang juga melengkapi minimnya konsumsi air putih, padahal para dokter menyarankan agar anak anak lebih mengkonsumsi buah potongan, berlanjut faktor tidur, menghindari tidur setelah makan dan durasi tidur.
Para pakar mengingatkan dalam acara tersebut, hal ini jika tidak di kendalikan, maka Indonesia akan mengalami 30 juta penderita diabetes di masa generasi emas.
Ada juga persoalan mendasar Anak anak lebih dibudayakan mengenal makanan halal dan haram, , yang harusnya dakwah kita dilengkapi dengan makna dan kualitasnya lebih, nilai nilai budaya, nilai nilai agama, penting diarahkan pada konsumsi makanan sehat, gizi berimbang, kemudian dilanjutkan anak anak di dekat kan pada isu kesehatan. Yang saya kira ini PR berat kita semua, kalau anak anak mau punya pertahanan kesehatan ditengah gempuran industri makanan seperti sekarang.
Karena tak mudah diawasi, semua sangat mudah didapatkan anak. Sehingga butuh regulasi yang kuat mengatur, butuh penegakan hukum yang ambisius dan mengendalikan berbagai makanan yang akan menyasar anak anak yang minim mengerti soal ini, apalagi kita tahu banyak produk manipulative, seolah seolah bergizi, padahal kandungannya membahayakan bila di konsumsi panjang. Potret kasus ginjal anak GGAPA, es krim berasap, debat Susu Kental Manis yang terus meninggalkan anak anak jadi korban, hendaknya mulai di diskusikan kembali. Agar kita tidak perlu menyebut, adanya keberpihakan yang sangat lemah pada hal hal yang di konsumsi anak anak baik makanan, obat dan industry aksesioris lainnya, yang ujungnya dari penjualan, iklan, ajakan justru mematikan penggunanya. Karena pengkonsumsinya yang lemah akibat mudah dikuasai secara fisik emosional, kognitif dan keawaman orang tua pada kesehatan.
Obesitas ini sebenarnya adalah masalah puncak dan menjadi multi kompleks, setelah di hulunya tidak dilakukan pencegahan pencegahan. Karena penyebab diabetes ini sudah sangat multifactorial. Begitu juga cara mengasuh orang tua juga menjadi sumbangsih utama yang menyebabkan anak mudah hidup terkena diabetes, karena kasus obesitas dan diabetes adalah kasus kasus yang tidak terintervensi dalam jangka waktu yang panjang dan sangat lama. Artiya pemerintah harus benar benar serius melihat puncak masalah anak ini.
Program makan siang gratis menjadi pintu masuk untuk mengejar berbagai ketertinggalan, yang tidak bisa di tunda akibat ini semua. Sehingga program yang sangat strategis ini benar benar diharapkan dapat dimanfaatkan menjadi data base riwayat kesehatan anak anak kita, kerja kerja kongkret mengantisipasi dan mencegah. Mulai dari pahami kebutuhan setiap usia itu berbeda; kebutuhan terus berubah ketika usia bertambah; pentingnya budaya rutin mengenal asupan protein yang lebih penting dibanding asupan lainnya; kemudian program ini bisa mengawasi bagaimana mulai dari proses menanam, memproses dalam bentuk makanan sampai di konsumsi anak, harus berprasyarat mengandung high nutrient dense bukan calorie dense. Sehingga program makan gratis menjadi pintu masuk edukasi memperbaiki cara dan budaya anak anak mengkonsumsi makanan dan minuman, termasuk bagaimana bisa membuat pengawasan efektif dalam penyelenggaraan program makan gratis ini.
Sehingga kita bisa mengurangi prevalensi kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak menular yang di derita anak anak Indonesia saat ini. Saya kira anak anak tidak pantas diumurnya yang belia harus menanggung dari hal hal yang seharusnya bisa kita cegah bersama, sehingga butuh program dan kebijakan ambisius dari para Kepala Daerah dalam menjawab Amanah Presiden. Yang harusnya ujung dari program makan gratis ini sebagai pintu mengejar ketertinggalan, membangun data base riwayat kesehatan anak, aksi kongkret mengenalkan budaya makan dan minum sehat.
Saya kira peringatan para dokter ini harus menjadi alert warning system buat kita semua. Karena yang mengalami mereka, menghadapi langsung situasi anak anak sekarang. Dimana ada hubungan positif yang telah diamati antara kekurangan gizi pada saat dalam kandungan dan berat badan kurang saat lahir, dan kemungkinan mengalami kelebihan berat badan atau obesitas ketika dewasa yang nantinya dapat menyebabkan hipertensi dan diabetes tipe dua serta penyakit kardiovaskular dan stroke, kemudian menyebabkan banyak ketertinggalan pada pertumbuhan anak yang ujungnya menginggalkan problematik masalah kejiwaan dan emosi anak. Tentu sangat mengerikan ya, ini diderita anak anak kita sekarang. Saya kira masih ada kesempatan untuk bekerja bersama dalam melihat darurat diabetes dan dampak lanjutan pada anak anak kita.
Saya kira kekhawatiran mendalam para dokter, tanpa harus mengatakan itu ketakutan, tentang 70 persen peningkatan diabetes pada anak yang kemudian berlanjut pada PTM yang berat, benar benar harus bisa dijawab dengan intervensi kebijakan pada layanan kesehatan masyarakat, agar obesitas dapat terselesaikan. Terutama melalui pintu masuk program makan gratis sehingga bisa menguatkan dan merubah kebijakan yang ada.
Dalam program makan gratis Bapak Prabowo dan Mas Gibran, saya kira sangat positif, karena akan ada makan bersama, budaya bersama, dukungan sebaya dengan menkonsumsi makanan sehat. Karena umumnya anak tidak terbiasa makan sayur misalnya. Sehingga penguatan sebaya, budaya sosial, budaya agama, budaya makan bersama akan sangat menolong program ini terrealiasasi dengan baik.
Namun kita juga mengingatkan, ada kegiatan parallel yang wajib dilakukan di sekolah, tentang edukasi rutin membatasi gula, garam dan minyak; membudayakan minum air putih 8 gelas sehari, mencuci tangan, memantau berat badan, berolahraga. Bahkan sebelum makan gratis sangat baik bila sebelumnya disertai kegiatan bersama jalan jalan, senam, bersepeda, kerja bakti. Saya kira budaya senam nasional di sekolah perlu di giatkan kembali juga.
Kita berharap program program keberlanjutan didalam menyiapkan generasi emas dengan modal kesehatan yang tinggi dapat tercipta. Sebenarnya konstitusi kita sudah mengaamanatkan dan memberi anggaran dengan porsi yang besar, namun realisasinya perlu di kejar dan dipenuhi. Artinya perlu keberpihakan besar pada program penyelenggaraan perlindungan anak agar terhindar dari obesitas ini.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515