RPJMN 2024 2029 Bisa Gagal, Bila Anak Anak Terus Menjadi Korban Kejahatan Seksual Oknum Guru

Kita kembali di paksa menyaksikan sesuatu yang sebenarnya bisa di cegah, yaitu perilaku oknum guru D berumur 61 tahun yang menghancurkan masa depan anak yang masih duduk di bangku kelas III SD. Anda bisa membayangkan guncangan anak di umur sangat belia, harus menanggung beban yang tidak seharusnya dan harus dibawanya seumur hidup atas perilaku bejat oknum guru di Jakarta Selatan.

Anda bisa bayangkan ketika anak mengungkap dan hancurnya hati orang tua. Siapa yang mau menghadapi situasi tersebut, padahal itu bisa terjadi pada siapa saja, bisa anda, saya, pembaca. Tentu itu hal yang sangat mengerikan. Begitupun dampak untuk anak. Pentingnya penanganannya sejak awal diantisipasi, ada panduan penanganan, karena bila tidak, akan menjadi situasi yang tidak diinginkan anak dan akan dibawanya seumur hidup. Menjadi hutang peradaban kita semua. Menjadi anak anak yang termakan oleh jaman. Tentu sangat tidak kita harapkan, sehingga upaya sekecil apapun untuk mengurangi kejahatan seksual pada anak, berarti menyelematkan generasi seluruhnya yang berarti menyelamatkan masa depan Indonesia. Sehingga sebagai patriot bangsa seharusnya kita terpanggil untuk segera melakukan perubahan sekolah kita.

Sebelum kita bicara pencabulan, mari kita menyepakati bahwa melihat pencabulan adalah bagian dari paparan industri candu, yang ketika kita masuk dalam salah satu produk industri candu, maka akan jadi pintu pembuka industri candu lainnya. Industri candu yang menyebabkan anak bertumbuh kearah yang tidak kita inginkan ini, yang kami maksud adalah mulai dari industry rokok yang terus manipulatif (dengan vape, pods dan rasa buah buahan), paparan kekerasan pada anak yang akan bersifat menular (baik pada game, kekerasan di ruang keluarga sekolah dan lingkungan, dan mengambil sikap reaktif pada respon apapun), industry pornografi (permintaan tinggi pasar pornografi pada pedofilia anak, dengan laporan satgas anti ponografi online anak yang menyatakan 5 juta anak ada disana, masuk ruang privat siapapun tanpa perlu harus mencari dan mendekati), industry miras, industry narkoba, tekanan industry viral; industry makanan yang lemak, garam dan gula tidak dibatasi; industry judol (candunya hingga membuat orang tua menjual bayi).

Hal ini terjadi, karena dampak tuntutan dari industri candu yang mengajak untuk terus berdosis lebih tinggi. Apalagi bila ini terjadi sejak masih dini, masih kanak kanak, maka bayangkan daya rusaknya.

Anak anak adalah insan kecil yang mudah di kuasai baik secara fisik, pemahaman dan emosionalnya. Sehingga apapun yang kita tanamkan di sekolah, akan gagal ketika industri candu masuk ke sekolah. Oleh karena itu sudah seharusnya sekolah menghauskan industri candu dari lingkungan sekolah, karna anak menjadi penderitaan anak terus menerus di masa depan. Dan mengajak kita semua untuk sulit mengurai masalah generasi, akibat ulti komplek. Untuk itu segala langkah, gerakan yang meminimalisir industri canu masuk ke sekolah, maka akan menamin masa depan generasi emas bukan generasi cemas.

Tentu saja pertahanan korban selama ini, bukan karena tidak mau lapor, tetapi berada dalam ancaman dan kuasa pelaku. Untuk itu keberanian korban bercerita, menjadi pertaruhan kita semua dalam rangka memberi akses keadilan buat korban, agar tumbuh kembangnya terjamin di masa depan.

Sangat mengerikan alasan memberi les
Mungkin sebelumnya sudah di target, dan akhirnya memberi nilai jelek kepada yang bersangkutan dan akhirnya jadi korban pencabulan

Pilihan waktu melakukan pencabulan, adalah saat lees, artinya korban berada dalam penguasaan pelaku, perlakuan salah karena alasan nilai, dalam situasi sepi, mencari waktu lengah tanpa pengawasan, ruang yang tertutup, eshingga menempatkan pelalu, situasi yangmendukung pelaku, bentuk Gedung atau ruang yang mendukung pelaku,

Tentu saja ita berharap kepolisian, mendorong sekoah aktif mensosialisasikan, dan penyadaran, agar bila ada korban yang lain bisa speakup, berusaha membuka kasus ini seluas luasnya. Apakah korban adalah satu satunya anak yang les dengan pelaku, karena kalau pelaku sudah bertahun tahun mengajar disana maka tentu sudah banyak korbannya.

Artinya para korban lainnya, perlu ruang aman melapor dan bercerita. Artinya perlu media yang di ciptakan ramah untuk para korban lainnya. Sekolah dapat bekerjasama dengan peksos, psikolog, Kementeterian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak, Kementerian Sosial. Agar ada upaya terus menerus, terutama setiap masuk tahun ajaran baru, perlu assessment anak dan sosialisasi kespro.

Untuk korban yang belum melapor, tentu sangat beressiko dan berada dalam situasi rentan, atau bersikap beresiko, sehingga kalau tidak segera dipulihkan, –apalagi kalau di masa depan korban baru menyadari, akibatnya korban hidup dalam kerentanan dan terancam baik ke diri sendiri maupun orang lain akibat dampak yang tidak di sadarinya atas trauma perilaku pelaku yang lama tidak terungkap, yang berujung menjadi endapan emosi yang harus di urai, agar tidak terpicu berperilaku beresiko.

Pertaruhan kita sangat tidak sepadan, ketika di RPJMN di jaman Pak Prabowo dan Mas Gnran ini yang menitikberatkan pemabnguann SDM brkualitas, tapi sejak kecil kita sudah mengerogoti isinya , sehingga mengancam pertahanan dan keamanan di masa depan. Sehingga pilihannya selamatkan generasi untuk mencapai RPJMN adalah pilihan utama. Semoga dari program makan gratis menjadi pintu mengungkap sekian banyak permasalahan anak anak kita yang harus diselamatkan segera.

Banyak korban anak anak, berasal dari sesuatu yang tak perlu dan harusnya bisa di cegah. Bila manajemen kasus dan manajemen referral terus hidup dalam ruang yang sangat dekat dengan anak, adanya tempat melapor aman yang dijamin (dengan berbagai cara, media jembatan pelaporan dan penempatan profesi psiko sosial dan psikolog).

Misalnya mengubah bentuk bangunan sekolah yang menempatkan anak dalam relasi kuasa, karena gedung tertutup, akhirnya lebih tercermin bangunan kolonial, menekan dan menjajah anak anak, sikap manipulative guru dengan relasi kuasa sebagai penilai.

Tata ruang sekolah yang inklusif menjadi penting untuk masa depan anak anak yang terbebas dari kejahatan seksual sekolah. Karena CCTV tak menjamin segalanya, tapi pengawasan terbuka, bentuk bangunan yang bisa diawasi dari luar menjadi faktor penting untuk mencegah anak anak terjajah oleh sekolah, patroli para guru dan keamanan. Kenapa saya bilang begitu? karena kita sudah mengalami perubahan bentuk kurikulum atau metode yang dianggap terbaik setiap waktu, namun realitanya kejahatan seksual tidak pernah bisa lepas atau dihapuskan dari sekolah. Artinya penjajahan guru dalam bentuk sikap manipulatif harus diruntuhkan dari gedung dan bentuk sekolah yang berbau relasi kuasa atau kolonial tersebut.

Siapapun yang melindungi pelaku dalam pelarian, kami himbau dan ingatkan, untuk mendorong para pelaku menyerahkan diri. Karena dengan terus kabur, pelaku akan terus membawa penyakit menularnya akibat paparan industry candu, terutama pornografi. Yang kita tahu jika tidak tersalurkan, maka akan segera jatuh korban lainnya. Korbannya bisa adalah orang orang terdekat di sekitar. Sehingga harus segera berada dalam pidana dan di rehab. Karena jika terus di ruang lepas, paparan candunya akan terus menuntut dosis yang lebih tinggi. Artinya siapapun yang melindungi terancam perilaku pelaku selanjutnya.

Kemudian kita harus terus mengingatkan penanganan pertama pada korban kejahatan seksual pada anak, menjadi penting sekolah tahu. Agar dalam kesaksian hukum ke depan, korban menjadi terus menguat bukan melemah. Penanganan pertama yang dimaksud, sangat penting anak segera di periksa apakh terpapar penyakit menular akibat perilaku tidak sehat pelaku, karena bila pelaku memiliki penyakit menular seksual, hiv, masih bisa di selamatkan, bila waktu dari jarak kejadian tidak terlalu lama. Sehingga masih bisa di selamatkan.

Pelaksanaan UU PLP juga sangat penting dalam anak anak mengenal jiwa mereka dan mendapatkan layanan psikologi yang layak, sebagaimana yang dijamin pada UU Pendidikan dan Layanan Psikologi. Karena kita tahu pengenalan jiwa dan kesehatan jiwa anak sangat dibutuhkan ditengah melonjaknya problem kesehatan mental atau jiwa anak anak kita. Diharapkan dengan UU PLP anak anak kita memiliki daya resilensi tinggi, daya tahan tinggi, dalam pengurang dampak bencana di tengah perubahan iklim ekstrim yang jika tidak diantisipasi akan terus mengurangi kualitas SDM Indonesia di masa depan.

Terakhir, KPAI mengingatkan, salah satu program strategis KPAI yang telah di presentasikan di Presiden, DPR RI, dan membentuk kelompok kerja advokasi RUU Pengasuhan Anak perlu untuk terus di dorong, segera di syahkan, karena UU Perlindungan Anak kita perlu di lengkapi RUU Pengasuhan Anak, karena situasi pola pengasuhan yang banyak berubah, dan perlu affirmatif action negara untuk melapisi orang tua dan anak. Karena pengasuhan sekarang, tidak hanya berada di dalam rumah dan diluar rumah, tetapi juga berada di dalam ruang digital, perkembangan teknologi dan informasi (yang kebijakan dan pengamannanya hanya bisa di kuatkan dengan peran perlindungan aktif negara) di era pengasuhan digital.

Salam Hormat,

Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515