Rentetan peristiwa penculikan anak yang terjadi hari hari ini, sudah menjadi kekhawatiran banyak pihak, terutama orang tua yang melepas anaknya ke sekolah. Data Pengaduan KPAI menyatakan sejak Januari sampai Agustus 2024 telah terjadi 3 penculikan anak, 4 penjualan anak. Begitupun catatan tahun sebelumnya 2023 ada 8 peristiwa penculikan anak dan 4 penjualan anak.
Dengan ditambah 4 peristiwa ini, kita tahu, sebenarnya banyak peristiwa yang harusnya bisa terlaporkan. Karena kita melihat anak anak ini setelah di culik kemudian dikembalikan, sehingga KPAI khawatir anak anak yang tidak diperhatikan orang tua dan kembali begitu saja, tidak pernah terungkap peristiwa.
Lepasnya perhatian orang dewasa pada anak anak, sebabkan target para predator seksual anak. Setidaknya hal ini terjadi pada 4 peristiwa penculikan anak Perempuan yang baru saja terjadi di wilayah Tanggerang, yang boleh dibilang secara bersamaan dan bermodus sama.
Pelaku dengan menggunakan sepeda motor dan berbekal jaket online agar tidak di curigai, mengamati dan menyasar targetnya. 3 anak sekolah dalam waktu berdekatan menjadi korban kejahatan paparan industry candu pornografi.
Pertama siswi SDN Pamulang (5/8) karena pulang sendirian, akibat piket kelas setelah jam belajar selesai, ia akhirnya bisa pulang jam 4 sore. Di jam sepi itulah karena tidak ada keramaian siswa yang pulang. Menjadi target pelaku. Anak mengalami pelecehan seksual. Akhirnya anak di kembalikan pelaku.
Kedua korban (21/8) adalah siswi D SDN Jombang Ciputat mengalami hal yang sama. Pulang sekolah jam 16.30, karena sendiri sepi, di ambil pelaku saat melewati jembatan. Diculik pemgendara motor. Dan di kembalikan malam hari oleh pelaku.
Ketiga adalah KFA 11 tahun bersama temannya dibawa pengendara motor, dengan alasan diminta membantu ambil koper. Kemudian pelaku menyandera 1 Anak, yang dikuasai pelaku dalam 1 hari, kemudian di kembalikan ke musholla tak jauh dari rumah korban. Motif kasus belum terungkap.
Namun kalau melihat peristiwa pertama dan kedua karena kejahatan seksual anak. Kemudian bisa jadi peristiwa ketiga, pelakunya masih sama.
Namun rentetan peristiwa itu, juga dialami N 15 th yaitu anak perempuan disabilitas yang diculik gurunya sendiri, dengan alasan dijanjikan sejumlah uang oleh 2 pelaku. Dengan anak di bawa ke Kemang di berikan ke 2 orang dan di bawah penguasaan 2 hari. Anak menyatakan diminta mengganti baju. Dan setelah itu di pulangkan.
Ada 2 dugaan yang mungkin terjadi pada anak, yaitu eksploitasi ekonomi, bisnis pronografi untuk di pasarkan di industry pedofilia, dimana pasar pornografi itu menuntut eksploitasi seksual anak. Beigut juga pernah terungkap di media penculikan anak yang disebabkan motif penjualan organ, menyadera untuk meminta tebusan, perebutan kuasa asuh, dan eksploitasi ekonomi dengan menjadikan pengemis.
Namun salah satu kisah penculikan di sebuah sekolah Tanggerang Selatan, pelakunya adalah guru mereka yang sudah 4,5 tahun bekerja, yang tergiur dengan uang yang ditawarkan. Dengan menyasar siswinya yang merupakan anak disabilitas, artinya kemungkinan para pelaku sudah bertemu dan menarget korbannya. Apalagi mereka memutuskan korbannya adalah anak disabilitas, maka anak disabilitas berada dalam posisi lemah dan di lemahkan.
Sampai sekarang belum terungkap 2 hari itu anak disabilitas mengalami apa. Ketika peristiwa terjadi, dan ortu melapor ke sekolah. Kepsek dan bisnis sekolah tidak mau tahu urusan siswi nya hilang, karena merasa terjadi di luar sekolah. Tapi setelah diketahui pelakunya adalah guru sendiri, jawaban Kepala Sekolah bahwa mereka tidak ada fasilitas penjemputan siswa.
Dari 4 peristiwa ini, kita bisa menganalisa, bahwa aroma tercium modus pelecehan seksual atau eksploitasi seksual sangat kuat. Dengan menyasar 4 anak anak yang dianggap lemah. Anak anak yang pulang sendirian, tidak pada jam nya, menjadi target pelaku, kemudian anak disabilitas. Sehingga penting hal ini menjadi perhatian sekolah, guru dan orang tua.
Dari rentetan peristiwa kita juga patut menduga waktunya ditentukan oleh pelaku dengan memanfaatkan suasana yang sepi dan tanpa pengawasan. Artinya pelaku mengamati calon korbannya sebelum menculik.
Saya kira Kepolisian bisa memeriksa atau mendalami CCTV di sekitar lokasi, yang kemungkinan pelaku sudah beredar di hari sebelum peristiwa, apalagi dikabarkan ada pelaku penculikan yang belum tertangkap.
Ada pengabaian sekolah, lepas tangan, karena merasa kewajibannya hanya mengajar. Ini yang kita lihat dari pertanyaan salah satu Kepala Sekolah. Yang perlu kita ingatkan, bahwa peran sekolah tidak hanya fokus atau ansih urusan bisnis pendidikan. Sebagaimana amanat UU Sisdiknas bahwa 3 komponen ikut bertanggung jawab dalam pendidikan baik sekolah, orang tua dan lingkungan masyarakat. Yang harusnya dapat merekayasa diri untuk terkonek satu sama lain. Tidak menyerahkan sepenuhnya ke anak didik.
Kemudian paparan Industri candu melingkari penyebab beberapa peristiwa penculikan anak, dengan bukti kuat eksploitasi seksual untuk ekonomi. Saya kira, pertahanan dan edukasi kita kepada ank selalu patah, ketika industri candu bertali temali menjerat anak.
Kemudian di 4 peristiwa ini, kita tidak hanya bicara bisnis pendidikan, anak terlepas dari sekolah, anak terlepas pengawasan lingkungan. Bahwa ada sikap manipulative para pelaku, yang menyebabkan kecolongan buat sekolah, keluarga dan lingkungan. Situasi lemah ini kemudian dimanfaatkan pelaku. Seperti berjaket jasa ojek online, yang tentu menjadi tidak di curigai.
Selain sikap manipulatif para pelaku dengan caranya masing masing, kita juga tahu dari peristiwa ini ada anak anak yang pada jam tertentu tidak terawasi orang tuanya. Artinya latar situasi pengasuhan anak di masing masing keluarga juga menjadi penyebab, seperti jam orang tua bekerja anak tidak terawasi, ketika pulang tidak ada yang menjemput, anak di jalan sendirian. Artinya situasi orang tua atau keluarga perlu di lapisi sekolah dan aktifnya peran lingkungan (seperti RT RW).
Artinya ada pengabaian riwayat pengasuhan, seperti tidak ada yang menjemput, sekolah juga tidak peduli hal itu, lingkungan membiarkan tidak ikut berperan mendeteksi, yang ujungnya mudahnya anak di culik.
Artinya kerawanan pengasuhan menjadi penting, ketika anak tidak ada yang menjemput, anak pulang sendiri, anak di rumah tidak ada yang mengawasi karena orang tua bekerja. Jadi rentetan peristiwa dari sekolah, perjalanan pulang sekolah dan lingkungan, yang satu sama lain penyebabnya tidak dapat dipisahkan.
Kemudian persoalan para pelaku yang terdampak dari paparan industry candu pornografi, mencari pekerjaan melalui transaksi industry candu untuk memenuhi hidupnya dengan menyasar anak, harus menjadi rentetan satu peristiwa yang harus dilihat secara utuh.
Bahwa dari peristiwa penculikan ini, perlunya deteksi kerawanan pengasuhan dari rumah, sekolah dan lingkungan. Artinya bagaimana negara berperan, hadir dan membantu masyarakat mengisi kekosongan ini.
Untuk itulah KPAI terus mengingatkan pentingnya RUU Pengasuhan Anak segera di syahkan. Agar ada sistem yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Dan pembagian peran pengasuhan semesta bisa dilakukan.
Sekolah dapat menjadi pusat deteksi pengasuhan anak di rumah. Sekolah menjadi pusat assessment berkala atau sewaktu waktu tentang deteksi situasi pengasuhan anak. Dari hasil assessment tersebut, sekolah juga bisa memetakan dan merekomendasikan untuk Orang tua mendapatkan keterampilan pengasuhan, mendorong lingkungan perhatian pada wilayahnya. Sehingga menjadi relasi yang kuat untuk mencegah.
Karena kita tahu peristiwa yang mengegerkan di Palembang terhadap 1 anak perempuan meninggal dengan pelaku 4 anak, selain modusnya paparan industry candu pornografi, juga soal normalisasi Perempuan sebagai obyek kekerasan.
Yang artinya disana juga ada deteksi pencegahan yang tidak berjalan, tentang kerentanan pengasuhan, yang tidak terkonek antara orang tua, sekolah dan lingkungan.
Warning bagi pelaksana bisnis pendidikan, ketika diwilayahnya dan lingkungannya tidak bergerak memberantas industri candu, maka anak anak akan tumbuh dalam kerentanan, mudah terjerat persoalan hukum.
Data Satgas Anti Pornografi yang mengungkap 5 juta konten pornografi anak di online, menyatakan permintaan pasar industri candu kepada korban anak sangat tinggi. Yang akhirnya menyeret siapapun pelakunya, baik pelaku dewasa, ajakan teman sebaya. Dan mereka punya seribu cara masuk kedalam gawai anak. Bahwa industri candu mudah masuk ke ruang pribadi anak. Tanpa harus anak menyadari atau mencari cari.
Maka apapun upaya yang kita ajarkan pada anak, perubahan karakter yang kita harapkan melalui penanaman edukasi, akan sia sia, ketika lingkungan terjangkiti industri candu. Dan anak anak menjadi sasaran yang paling mudah, baik dari pelaku, produksi industri candu dan anak sebagai sasaran target pemasaran dan dampak.
Sehingga KPAI mendorong, agar ada kesadaran penuh kepada peristiwa penculikan, dampak bahaya paparan industry candu yang lebih memilih anak menjadi target dari dampak dan produksi.
Lemahnya deteksi kita kepada rute anak pulang sekolah dan bermain, jadi banyak faktor yang menyumbang anak menjadi korban atas kelalaian kita semua. Dan kita tahu ketika ini terjadi, mereka yang paling lemahlah yang akan jadi target, yaitu anak dan anak disabilitas.
Salam Hormat,
Jasra Putra
CP. 0821 1219 3515
Wakil Ketua KPAI