Bagikan Juga

Kebijakan Perlindungan Anak di masa pandemi haruslah didorong berorientasi pada pencegahan dan pengurangan dampak bencana. Mengeluarkan kebijakan yang jelas ke depannya tidak akan bisa mengontrol harus dihindari, agar kegiatan di masa pandemi tidak berakhir ajang setor nyawa bagi anak dan keluarganya.

Beberapa kebijakan yang seperti maju mundur dalam memandang keseriusan serangan Covid harus dhindari para pemangku kebijakan, karena serangan Covid 19 itu nyata, angka penularan dan pengembangan kluster sudah sampai di keluarga, yang menyebabkan tiga hari ini laporan Gugus Tugas Covid rata rata menyentuh 3000 angka penularan.

Masyarakat juga harus fokus pada satu langkah terdekatnya yaitu menyelamatkan anak dan keluarga. Karena itulah kontrol yang paling bisa di ukur dan di lakukan, agar program Indonesia Melawan Covid benar benar dapat terwujud.

Artinya ada peran yang terus harus dikuatkan dari keluarga dan pemerintah berupaya sekuat tenaga melakukan pemusatan dukungan tersebut. Langkah langkah yang sentralistik, primordialisme, nepotisme, hanya menyebabkan Indonesia semakin jauh dari harapan dalam penanganan ini.

Sebenarnya regulasi kita melalui UU Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menjamin setiap keluarga di Indonesia, namun ketika aparat terdekat keluarga tidak di beri kewenangan khusus dalam mengatasi serangan Covid. maka kita tidak bisa berharap banyak. Kewenangan itupun perlu di lengkapi konsekuensi bila tidak menjalankan dengan baik. Semua ini harus dilakukan pemerintah, agar kebijakan tidak terasa jauh dari keluarga yang bisa mengontrol penularan ini.

Kemudian partisipasi anak menjadi pengurang dampak bencana masih minim dilakukan. Padahal kita tahu pendidikan efektif di usia anak adalah pendidikan dari mereka, antar mereka, atau pendampingan sebaya. Seperti kita tahu jumlah Anak di Indonesia mencapai 83,4 juta anak yang 60 jutanya adalah remaja. Hal itu meyakini bahwa usaha massif kita mencegah penularan Covid 19 justru ada dengan meluaskan partisipasi anak. Namun kenyataan yang terjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Jawa Barat, Fasilitator Forum Anak Daerah Jawa Barat dan pengurus Forum Anak Daerah Jawa Barat justru mengeluh atas upaya mereka dalam berpartisipasi di masa Pandemi tidak diakomodir dalam Musrengbang. Padahal kegiatan tersebut hanya dilakukan via daring. Perspektif penanganan Covid di area banyak penularan, justru meninggalkan anak anak dan harus dibenahi.

Kekhawatiran yang disampaikan banyak pihak terkait pengembangan Covid 19 di kluster Pilkada 2020, benar benar harus menjadi perhatikan serius dan tanpa tolerir. Ada tantangan serius dalam euphoria politik nanti, baik pada benturan kepentingan, tarik menarik kepentingan sampai proses suksesi kepemimpinan .

Jangan sampai karena proses proses tersebut, kebijakan terasa ambigu dan mengorbankan nyawa banyak orang. Karena seringkali proses politik berjalan baik, namun meninggalkan partisipan yang menjadi korban tak terurus. KPAI mencatat tahun lalu 4 anak ditembak tanpa ada yang dapat membuktikan siapa pelakunya. Untuk itu mengkontrol sedari awal lebih baik atau kalau perlu ditiadakan, dan tertantang untuk berinovasi kreatif di masa kampanye.

Untuk itu saya menyarankan dengan masuknya Penerapan PSBB lanjutan dan Pilkada 2020, haruslah mencerminkan langkah langkah tersebut, kewenangan besarpun benar benar harus diturunkan sampai tingkat paling bawah, dengan prinsip gotong royong dan akuntabilitas yang tinggi dalam pencegahan serangan Covid 19 ini. Bila tidak terjadi, maka kita tidak bisa berharap banyak Indonesia bisa mengurangi kluster penularan Covid 19 pada anak dan keluarga.

Salam Senyum Anak Indonesia

Jasra Putra
Kadivwasmonev KPAI
Komisioner Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak
CP. 0821 1219 3515


Bagikan Juga