Indonesia sedang resah dengan kejahatan seksual pada anak, yang pelakunya anak dibawah umur. Namun dengan peristiwa 17 anak (8 sampai 14 tahun) dipaksa menonton aksi tak pantas oleh suami istri pemilik rental PS di Jambi, menjawab kegelisahan kita. Memang itu sudah terjadi.
Ini adalah fenomena data puncak gunung es, kekhawatiran kita masih banyak anak di bawah umur dipaksa untuk masuk dunia pornografi. Usia tumbuh kembang yang masih sangat belia sudah terpapar pornografi dan porno aksi. Tentu ini sangat mengerikan ya, anak anak mengalami hal tersebut, Karena kedepan anak rentan menjadi korban kembali bahkan menjadi berhadapan dengan hukum
11 anak sudah didampingi oleh UPTD PPA Proponsi Jambi bersama Balai Al Yatama Kemensos melalui pekerja sosial mereka, dan rencana hari ini melanjutkan assessment kepada 6 anak korban tambahan. Kepolisian juga telah menangkap pelaku.
Kita berharap orang tua memeriksa anak anaknya di kawasan slum area. Karena jika tidak mendapatkan penanganan segera, anak anak bisa berperilaku salah dan terjebak pada perosalan hukum. Untuk itu sangat penting memastikan pendampingan dan pemulihan panjang sampai tuntas.
Diketahui oknum pemilik rental PS tersebut telah beroperasi selama 3 bulan. Rata rata korban anak anak mengalami 1 sampai 2 kali kejahatan seksual dari pelaku.
Kejahatan seksual pada anak kali ini pelakunya adalah perempuan ya. Tentu saja pemberatan hukuman berlaku karena korbannya lebih dari 2 anak. Tentu sangsi berat menanti. UU TPKS kembali diuji untuk diimplementasikan dalam rangka respon layanan integratif multi layanan, lintas profesi dan jangka panjang.
Tentu PS ketika berada di tangan yang salah, akan jadi alat efektif bujuk rayu dalam melancarkan kejahatan seksual pada anak. Apalagi kita tahu PS adalah permainan yang sangat popular dan sangat disukai anak. Dari assessment anak oleh UPTD PPA, terungkap tindakan pelaku yang mengancam anak, dengan harga sewa PS nya dinaikkan. Namun ada juga anak anak yang dibiarkan bermain lewat waktu, yang kemudian meminta pertanggung jawban anak anak. Alih alih meminta pertanggungjawaban justru pelaku melancarkan aksi ekshibisionisme kepada 17 anak tersebut.
KPAI sudah melakukan koordinasi dengan P2TP2A Privinsi Jambi agar melakukan pendampingan psikis bagi korban serta rehabilitasi secara tuntas. Karena daerah punya tantangan memenuhi multi layanan sebagaimana yang dimandatkan UU TPKS dan UU Pembagian Kewenangan antara Pemerimtah Pusat dan Pemerintah Daerah. Orang tua dan para pendamping punya tugas penting menjaga kondisi 17 korban anak, untuk pembuktian proses hukum. Karena ini tidak mudah ya bagi anak anak. Karena pandangan takut dimarahi ketika menyampaikan hal tersebut.
Kita berharap ada edukasi dan pelajaran buat kita semua, karena terungkapmya cukup telat ya setelah 3 bulan. Dengan 17 korban. Pertama, pentingnya mengenalkan pendidikan kespro, kedua edukasi perlakuan salah pada tubuh anak apa yang boleh dan dilarang, ketiga pentingnya anak di ajak mau bercerita bila mengalami kejahatan atau kekerasan seksual. Keempat, kesadaran dalam mengambil peran perlindungan anak di daerah padat. Setiap orang terdekat anak di tempat peristiwa punya peran penting perlindungan anak, sekecil apapun peran mereka. Ini yang harus jadi gerakan bersama di kawasan slum area ini.
Perlu ada yang dimandatkan di daerah slum area dalam memastikan ruang bermain aman dan ramah anak. Meski tentu terbatas ya atau mungkin tidak ada ruang bermain terbuka. Sehingga rental PS jadi tempat mereka bermain. Seperti setiap tempat bermain anak menyediakan pengumuman Safe Child Guarding ya, yang berisi tidak mentolerir kekerasan, pemaksaan dalam bentuk apapun kepada anak dan bila terjadi dapat menghubungi aparat setempat. Saya kira ini jadi prasyarat dan informasi terbuka di setiap bisnis yang mengajak anak. Jadi tidak ada ruang dalam segala bentuk tindakan, baik perkataan, fisik dan psikis. Kita berharap aparat terdekat mensosialisasikan ini, ditempat anak bermain. Dan tentu juga membatasi waktu buka dan tutup.
Perlu mengingatkan kembali, tempat tempat yang membuka layanan anak untuk meningkatkan standar keamanan, memiliki prasyarat kesediaan di cek aparat setempat secara berkala, seperti tempat layanan yang terbuka, memberi jam atau waktu pembukaan layanan rental PS, karena terkait aktifitas anak sekolah, belajar dan ibadah dilingkungan tersebut. Agar situasi di rumah, dilingkungan, di tempat bermain PS atau yang lainnya bisa saling mendukung dan tidak lalai membiarkan kekerasan terus terjadi.
KPAI juga mengingatkan adanya stigma terhadap anak yang sering main game atau terpapar kecanduan game, jangan sampai menyebabkan kelalaian pengawasan. Harusnya dengan tahu game bisa membuat candu, maka perlu didampingi, di maknai, di awasi dam lebih sensitif karena melibatkan anak dalam bisnisnya. Saya kira lingkungan dalam situasi apapun jangan sampai tidak hadir perlindungan anak, meski dengan hanya menempelkan Safe Child Guarding, menjadi Pelopor dan Pelapor.
Dengan peristiwa ini, kita sedang membayangkan, 3 bulan kejahatan seksual anak yang terjadi di ranah privat oknum pemilik rental PS. Maka sebanyak apapun kita punya regulasi tentang isu penyelengaraan perlindungan anak, ketika tidak ada yang merasa bertanggung jawab mengingatkan, mengawasi, maka akan sulit memastikan jaminan perlindungan anak yang diharapkan negara terjadi dimanapun anak berada.
Untuk itulah sistem perlindungan anak di daerah dan kebijakannya harus dihidupkan. Dengan penguatan bersama perlindungan anak di daerah padat. Karena bisa saja, potensi semua kerentanan ada di sana. Namun sejauh apa profesionalisme petugas. Saya kira ini yang perlu difokuskan menjadi gerakan bersama.
Saya kira masalahnya di daerah slum atau padat, tidak hanya oknum pemilik rental PS saja. Saya kira disana juga ada beberapa peristiwa yang terus menjadi kekhawatiran orang tua dan para aparat setempat, yang perlu menjadi wadah gerakan bersama dalam menyelamatkan anak anak.
Seperti saat KPAI melihat fenomena daerah padat galur Senen dan Manggarai Jakarta. Dimana tawuran terus berulang. Karena anak anak mau istirahat saja bergantian dengan orang tua dan saudara saudaranya, akiabt rumah yang hanya sekotak, itupun rumah tidak permanen, sanitasi yang buruk. Sehingga ketika kondisi lelah seperti ini diganggu, maka sangat mudah tersinggung dan berbuntut meluas jadi tawuran. Yang situasi itu kemudian dimanfaatkan industri candu lainnya, ini yang akan semakin menjebak anak anak kita pada perilaku salah lainnya. Kemudian anak anak aktifitas nya tidak berbatas dengan orang tuanya. Artinya potensi ini tidak hanya terjadi di Jambi oleh oknum pemilik rental PS saja, bisa jadi itu juga terjadi di wilayah kita, dengan situasi kehidupan yang padat dan bentuk tempat tinggal yang sama.
Saya kira dari peristiwa oknum pemilik rental PS ini, kita diajak memetakan kembali wilayah kita, dan bagaimana memulai kembali komitmen bersama sama dalam perlindungan anak. Mari menciptakan suasana Hari Anak Nasional setiap hari, ditempat tempat daerah slum area dan daerah padat. Sebagaimana perayaan Hari Anak Nasional yang biasanya bertempat di daerah mereka setiap tahunnya, dengan didatangi berbagai pihak yang berwenang dan bisa membahagiakan anak anak.
Salam Hormat
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
Cp. 0821 1219 3515