Bagikan Juga

KPAI sayangkan 1 tahun anak anak disabilitas dan nondis dalam pengasuhan tidak layak dalam Panti Asuhan di Palembang. Untuk itu saya ingin menyampaikan apresiasi sebesar besarnya, atas keberanian anak asuh menggugah video tersebut. Padahal kita tahu peristiwa kekerasan tersebut sudah diselesaikan secara damai, antara pihak panti dan orang tua yang menitipkan anak.

Tapi apa yang terjadi pada anak setelah kata damai tersebut. Mereka gusar dari penyelesaian damai ini, dengan sekuat tenaga berusaha berani menggugah kekerasan tersebut di media sosial. Maka kebayang ya, kegelisahan anak, tidak bisa tidur, terganggu karena paparan kekerasan dan penderitaan anak anak asuh disana yang telah berlangsung lama.

Jadi ini tidak bisa dilihat sederhana ya, kekerasan di mata anak, disimpan sekian lama, setahun, dan berani mengungkap setelah ada kata damai orang tua dan lembaga atau panti ini.
Beban untuk mengungkap, karena soal pemahaman anak, padahal di sisi lain ia membutuhkan perlindungan, tetapi berada di tangan orang yang salah. Sangat dilematis.

Sekali lagi kenapa ini terjadi, karena anak secara fisik mudah dikuasai, secara fikiran atau kognitif mudah dibelokkan, secara emosi belum bisa matang menyalurkan sehingga menjadi kepanikan, ketakutan atau marah tidak beralasan pada obyek tertentu. Maka terbayang situasi anak, yang selama ini tidak bisa membela dirinya sendiri. Sehingga memberanikan diri menggugah video tersebut di media sosial.

Tentu keberanian anak ini sangat perlu diapresiasi karena menjadi bagian dari pemulihan jangka panjang. Untuk itu semua yang terlibat mendamaikan, perlu diperiksa Kepolisian, agar terang benderang apa penyebab terjadinya perdamaian dan siapa yang terlibat mendamaikan.

Polrestabes Palembang pada 25 Februari merespon video viral kekerasan anak di panti, atas laporan masyarakat. Yang ternyata di upload anak asuh mereka. Kepolisian bergerak cepat dengan mengamankan pelaku, memeriksa 24 orang, dengan 18 diantaranya anak anak asuh yang mengalami berbagai kekerasan yaitu pelaku berkomunikasi menggunakan kata kasar, menyebut anak anak menggunakan nama binatang, menghina, membentak, memarahi, menampar, memukul dan ditendang.

Kepolisian menyampaikan , pihaknya tidak serta merta menetapkan MH alias D yang merupakan Ketua Panti sebagai tersangka, melainkan telah melalui berbagai tahapan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan Kepolisian olah TKP, mengecek lapangan dari keterangan para saksi, dan memasang garis polisi. Artinya alasan keluarga soal pelaku ODGJ masalah kecemasan sebelumnya, sudah sembuh hanya masih temperamen dan lupa melakukan kekerasan, tidak menjadikan permakluman dalam memproses pelaku.

Proses penyelidikan sudah naik menjadi penyidikan dan menetapkan pelaku dengan status tersangka dan ditahan. Polisi juga menjadikan video yang di upload anak sebagai barang bukti. Bahkan update Kepolisian terakhir pelaku positif pengidap HIV/AIDS dan penyuka sesama jenis.

Kita tentu apresiasi anak berani melapor, Kepolisian segera bertindak dan Dinas Sosial segera merehab dengan memindahkan anak ke Panti Sentra Budi Perkasa Palembang milik Kementerian Sosial

Sejarah Panti asuhan Fi Sabilillah AL-Amin Palembang berdiri 2009. Di dalam panti ada 4 kamar, yang setiap kamar di isi 5 orang. Pelaku sehari hari adalah penjual sembako. Panti tersebut belum memperbaharui ijin operasinya sejak Oktober 2022.

Panti juga di downgrade pemerintah tentang akreditasi balai kesejahteraan sosial dari B ke C. Ada 20 anak yang diasuh, menyedihkannya terjadi kekerasan sejak setahun terakhir dengan 18 anak mengalami berbagai kekerasan kekerasan bahkan yang lebih memilukan dialami anak disabilitas berkursi roda, yang di sampaikan paling sering mendapat kekerasan dari pelaku.

Namun sebelumnya juga terlaporkan ada anak masuk RS Charitas Palembang karena perbuatan pelaku. Yang masih didalami Kepolisian dengan berkoordinasi dengan RS. Tentu kabar ini semakin mendorong masyarakat meminta Kepolisan untuk membongkar lebih jauh, praktek pelaku, sejak pertama kali panti di dirikan. Jangan sampai ada korban tertinggal. Dengan temuan temuan yang sangat mengkhawatirkan ini.

Kita sedang membayangkan, apa yang terjadi bila tidak ada anak yang berani melaporkan, berani menggugahnya di media sosial. Padahal menurut keterangan pemilik panti sudah damai. Kemudian anak anak menyampaikan pelaku melakukan kekerasan tersebut dengan sadar, Kepolisian juga menyampaikan pelaku stabil selama diminta keterangan. Artinya dengan anak mengirim video, kita tahu, bahwa ada keguasaran anak anak, kegelisahan anak anak, mereka tidak bisa istirahat karena perbuatan pelaku sekan lama.

Disini kita belajar bahwa menyelesaikan kekerasan melalui ranah pribadi, ranah privat, menutupi dari publik, akan terus mengerogoti tumbuh kembang anak dan merugikan. Karena dibalik anak anak menurut itu, hanya karena dibawah ancaman, ketakutan. Sehingga penting diungkap lebih jauh.

Kemudian dengan pemerintah menurunkan grade kualitas akreditasi panti, sebenarnya ada temuan apa? dan kenapa tidak bisa diperpanjang, namun masih bisa mengasuh anak anak, apa saja langkah pemerintah setelah menurunkan grade panti. Padahal kita tahu, para aktifis panti wajib memperpanjang ijin operasional lembaganya menurut aturan setiap tahun sekali.

Panti tersebut dinyatkan tidak mendapatkan APBD pemerintah, menurut keluarga selama ini bergantung pada uluran tangan orang baik. Nah dengan peristiwa ini, kita semua penting mengubah cara berdonasi, dengan mencari sumber informasi berwenang dan tepat. Seperti melacaknya di lembaga resmi negara yang ditunjuk mengawasi panti melalui Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial milik Kemensos RI, bisa juga melalui Baznas, lembaga filantropi, Dinas Sosial, Kemenkumham, BALAKS Kemensos dan penanggung jawab Forum panti di setiap propinsi dan kab/kota yang di tunjuk pemerintah.

Saya kira ketika perpanjangan panti, para pengasuhnya di persyaratkan mengirimkan riwayat kesehatan yang suratnya di keluarkan dari lembaga resmi kesehatan. Karena mereka harus memiliki kapasitas yang baik dalam berbagai kebutuhan dan hak anak. Saya kira pemimpin daerah punya tanggung jawab mengecek ke bawah dalam pelaksanaan perpanjangan ijin operasional panti setiap tahun sekali.

Bahwa alasan ODGJ dan sudah sembuh, jangan sampai menjadi alasan melanggengkan kekerasan sekian lama. Bagi kita semua peristiwa selama setahun, selama itu, melangengkan kekerasan, sangat sangat terlalu lama. Kemudian menutup dengan alasan ODGJ dan telah sembuh, namun masih melakukan kekerasan, tentu menjadi kehati hatian dalam melihat perkara ini lebih utuh. Jangan sampai alasan tersebut menjadi alat pembenaran atau permakluman kekerasan yang terjadi dalam rentang panjang tersebut.

Yang juga jadi pertanyaan juga, kenapa terlalu lama pembiaran selama setahun, dengan setelah adanya deteksi ODGJ gangguan kecemasan selama 4 tahun dan dianggap telah sembuh.

Artinya sebagai lembaga professional yang pernah mendapatkan ijin pemerintah sampai Oktober 2022, sudah seharusnya memiliki standar pengasuhan yang layak, taat regulasi dan melaporkan kepada yang berwenang. Namun pembiaran setahun itu dijawab perdamaian. Tentu sangat jauh dari pemulihan para korban. Tentu menunggu setahun terlalu lama, untuk menyelamatkan anak.

Apalagi keluarga bilang pelaku telah lupa berbuat kekerasan. Ini jadi pertanyaan lagi, mengapa keluarga tidak melapor atau apakah keluarga pernah melapor, karena kondisi lupa Ketua Panti Asuhan tersebut kepada dinas sosial karena tahu akan sangat membahayakan anak.

Dalam pemberitaan, digambarkan, ketika pelaku di cokok kepolisian, anak anak menangisinya dan memanggil namanya. Juga ada teriakan larangan menvideokan.

Seringkali di peristiwa kekerasan anak, meski pelaku, anak anak masih memahami sebagai pelindungnya. Hal ini disebabkan karena selama ini mendapatkan bantuan darinya. Hal ini terjadi karena ketakutan akan masa depan, siapa yang menjamin ke depan dan tidak mendapatkan figur pelindung yang lain. Apalagi ketika misalnya, ketika perjalanan kasus, perjalanan proses hukum, anak masih dalam jaminan pelaku. Sehingga kekhawatiran anak mengalahkan perilaku salah dari pelaku yang setiap hari menimpa anak anak. Sehingga seolah olah membenarkan aksi pelaku, padahal anak merasa tidak punya siapa siapa.

Untuk itu penting sebelum di pindahkan, anak anak berhadapan dengan hukum dijelaskan. Agar anak anak asuh tidak khawatir. Yang semoga dalam perjalanan pemeriksaan anak anak ke depan, akan semakin berani mengungkap peristiwa sebenarnya.

Kepolisian telah menetapkan Pasal 78 C juncto pasal 80 UU 35 tahun 2014 untuk menjerat pelaku. Yang menyatakan dalam Pasal 76C bahwa Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. Yang dilanjutkan pasal 80 dalam ayat 1 bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Dan di dalam ayat 2 bahwa dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Panti Kemensos yang sekarang menjadi harapan hidup anak, penting menuntaskan rehab, dan pemulihan, apalagi ada indikasi pelaku penyuka sesama jenis dan positif HIV/AIDS. Tentu kita ingin melihat lebih jauh bagaimana kondisi anak anak sesungguhnya dalam rentang kekerasan waktu yang lama. Karena penting ya segera tertangani dan terungkap, agar anak tidak lebih buruk kedepannya. Namun keterangan kepolisian terakhir anak anak sehat dan pelaku saat ini ditempatkan tahanan khusus agar tidak menulari tahanan lainnya.

Mungkin ke depan, kita penting mengusulkan adanya koneksi atau kerjasama antara Kemenkes dan Kemensos, ketika profesi pengasuh ini, ditemukan rumah sakit positif HIV/AIDS.

Karena kita sangat khawatir ya, berbahaya bagi anak, menempatkan anak dalam ancaman, ketika seseorang berprofesi atau bekerja di layanan pengasuhan anak 24 jam tetapi terindikasi positif HIV/AIDS dan penyuka sesama jenis serta diberi jabatan Ketua Panti, tentu tidak mudah pihak lain mengawasinya. Karena kapasitasnya dianggap mumpuni dengan jabatan itu.

Media juga menyampaikan dalam beritanya, bahwa masyarakat sekitar panti tahu teriakan minta tolong anak anak, hanya untuk kekerasan tidak melihat langsung karena didalam panti. Dan ketika pelaku ditangkap, masyarakat langsung meneriaki, artinya sebenarnya masyarakat sekitar juga resah, bahkan ada anggota dewan di daerah setempat, yang tinggal satu lorong dengan panti menyampaikan informasi pengasuhnya sakit.

Dari situasi ini, kita bisa memahami, sebenarnya masyarakat ikut mengawasi panti, tapi tidak mengerti melapor kemana. Artinya ada kebutuhan mendekatkan informasi yang tepat, kemana harus melapor, ketika mendengar ada kekerasan di panti atau lembaga, khususnya di Palembang. Saya kira ini peran pemerintah mengedukasi, sosialisasi di masyarakat dan para angota dewan. Bahwa siapa yang bisa mendirikan panti atau lembaga, mekanisme pelaporan dan pengawasan. Sekali lagi karena terlalu lama anak anak mengalami kekerasan

Bahwa penting sekali membantu masyarakat mengenal mekanisme melapor dan merujuk kasus. Jangan sampai menunggu yang berwenang. Karena di Palembang sendiri panti yang memiliki ijin resmi adalah 86 panti di 2016 dan sekarang jadi 116 di 2023.

Dari pelajaran ini kita berharap pemerintah setempat atau yang mengijinkan pendirian dan operasional, menempelkan telepon pengaduan di rumah rumah masyarakat dan panti, agar dapat segera melapor. Tidak harus menunggu dan masyarakat dan anggota dewan resah selama setahun.

Sebenarnya pemerintah mengeluarkan kebijakan, bahwa pilihan di tempatkan di panti adalah pilihan terakhir, setelah berbagai skema stimulan bantuan pemerintah dan masyarakat diberikan bagi keluarga pra sejahtera.

Untuk perpindahan anakpun harus tercatat dan didaftarkan. Namun kita perlu cek kembali, apakah Kepala Desa, RT RW aktif soal ini, mengerti regulasi tentang lembaga pilihan terakhir dari menempatkan anak, apakah kepindahan anak anak tercatat dan diketahui RT RW, begitu juga perpindahannya apakah seijin pemerintah setempat dan tercatat. Karena kita punya UU pembagian kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah yang menekankan urusan keluarga menjadi tanggung jawab urusan daerah. Sejauh apa daerah mengimplementasi kebijakan ini sampai ruang keluarga.

Penyebab kekerasan lainnya, karena seringkali rasio yang tidak imbang antara anak yang diasuh lebih banyak dengan pengasuh yang sangat sedikit. Hal tersebut menjadi faktor terbesar mudahnya budaya kekerasan di panti dan lembaga serupa yang dititiokan anak anak terjadi.

Kita mendorong semua panti untuk mengikuti forum panti didaerah masing masing, karena mereka di tunjuk pemerintah, menjadi tempat berbagi pengalaman, saling mendukung, memudahkan pengawasan. Dalam rangka saling memperkuat pengawalan advokasi dan perjuangan untuk anak anak asuh mereka.

Menyumbang tanpa tahu track record panti, tentu menjadi permasalahan. Untuk itulah perlu selalu mendorong, update informasi kebenaran status panti. Masyarkat perlu mengecek terlebh dahulu sebelum membantu. Kementerian Sosial punya nomor pengaduan yang bisa di konfirmasi, begitupun Balaks, dan forum panti, mereka semua bisa menjadi proses konfirmasi bertingkat, sebelum kita menyumbang.

Kemudian calon donatur bisa mengecek langsung, ijin pendirian, ijin operasional, apakah sudah diperpanjang, terbaru atau tidak. Karena dengan memperpanjang ijin, pemerintah berarti telah mengawasi, mengecek banyak tahapan, megaudit, sebelum mengeluarkan ijin kembali. Dengan perkembangan jumlah panti di Palembang, juga memprasyaratkan rutinnya pengawasan.

Kita juga penting melihat kembali efektiftias pengawasan lembaga sosial yang berada di Palembang. Terutama seperti panti ini yang menghidupkan diri dari bantuan masyarakat. Bagaimana pengawasan Pemda soal penghimpuanan dana di masyarakat.

Saya kira bila memang RS Charitas punya catatan ODMK atau ODGJ dengan gangguan kejiwaan, maka ini bukan peristiwa pertama kali anak anak berada dalan pengasuhan ODGJ. Karena telah terjadi kasus kematian anak anak yang berada dalam pengasuhan keluarga ODGJ. Sehingga penting ada panduan dari pemerintah tentang situasi pengasuhan anak yang didalam keluarga terdapat ODGJ.

Kita meminta sementara operasional yayasan panti sosial ini, dokumentasi dan para donaturnya bisa terkomunikasikan kondisi panti. Sampai kasus ini terang benderang, agar tidak ada lagi anak anak yang berada dalam tekanan pengasuhan yang tidak layak dengan dukungan donatur. Ini semua terjadi tentu saja karena ketidaktahuan kita semua, yang harusnya sangat bisa di cegah.

Pernah ada kasus panti sudah tidak diijinkan di daerah, tapi kemudian muncul dengan nama lain, dan anak anak kemudian kembali kesana. Untuk itu penting panti Kemensos RI yang menampung anak anak sekarang, untuk memastikan ini tidak terjadi sampai mereka selesai rehab dan di tempatkan di lokasi baru.

Anak anak yang mengalami kekerasan, penting segera dipulihkan. Karena bisa mempengaruhi pemahaman mereka, dampak trauma, menempatkan anak rentan berhadapan hukum, dan berada dalam situasi yang lebih buruk. Jadi benar benar harus pulih, menjalani rehabilitasi, dan restitusi, tanpa menghilangkan pidananya.

Untuk korban anak disabilitas, tentu saja, lagi lagi bagaimana ijin operasional panti, apakah mengetahui ada anak asuh disabilitas kursi roda? Apakah panti pernah mengikuti pelatihan bersama pemerintah daerah dalam isu perlindungan anak disabilitas di lembaga panti? Karena umumnya panti yang memperpanjang ijin dan mendaftarkan data anaknya, mendapat perhatian pemerintah untuk meningkatkan kapasitasnya.

Kita kembali menyaksikan bagaimana dampak kekerasan dengan didamaikan di ranah privat, yang selalu berujung anak anak tidak menjadi bagian tahapan penanganan sebelum perdamaian. Jadi damai itu, harus sesuai UU Perlindungan Anak. Bahwa damai didapat, bila korban sudah mendapatkan penanganan, bukan ditengah jalan, apalagi masih sangat awal ketika ditemukan peristiwa kekerasannya.

Sebentar lagi kita akan masuk bulan ramadhan, bulan semua orang sangat perhatian pada beramaliyah sosial seperti panti. Sehingga saya berharap, pemerintah setempat dapat memberi informasi soal tingkat akreditasi panti, agar ada pembelajaran dan tanggung jawab. Sangat penting masyarakat mengubah pola donasi agar memberi kepada yang lebih butuh, tepat, lembaga akutabel dan transparan. Dan itu bisa dipenuhi, jika lembaga memenuhi akreditasi pemerintah, melakukan audit publik dan memiliki SDM yang terregistrasi di Kementerian dan Lembaga. Agar tujuan memberi, tidak disalahgunakan, apalagi sedih bila ujungnya anak di eksploitasi mendapatkan kekerasan di dalam panti. Padahal donatur ingin memberi nilai lebih, penuh manfaat dan bermakna bagi penerimanya, terutama anak anak. Karena dalam akreditasi ada transparansi, akuntabilitas laporan. Yang digawangi oleh lembaga Badan Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial atau BALAKS Kementerian Sosial RI,

Tentu saja kita juga mendukung dan mengapresiasi panti yang dikelola masyarakat. Namun dengan masyarakat melaporkan panti panti yang berada di sekitar mereka, tentu jika pantinya baik, akan semakin memperkuat legacy dan rekomenasi dari pemerintah dan masyakat untuk membantu panti tersebut.

Namun bila tidak terlaporkan, dan ternyata di dalam ada praktek eksploitasi anak dan kekerasan, tentu sangat disayangkan. Kita semua harus mengambil peran, karena anak anak asuh mudah mendapatkan perlakuan salah, karena ketakutan mereka akan masa depan, sehingga sangat tergantung figur pelindungnya yang ada di panti atau lembaga yang serupa.

Sebagai penutup, kita seringkali melihat sebuah lembaga panti, langsung terfikir untuk bantuan langsung, datang langsung, merasakan langsung. Tetapi tidak tahu banyak bagaimana situasi anak sebenarnya. Untuk itulah akreditasi panti menjadi sangat penting di lakukan pemerintah, agar selalu terjaga transparansi, akuntabilitas, kekuatan kapasitas mengasuh. Begitu juga ijin operasional yang aturan pemerintah diperpanjang setiap tahun, itupun membutuhkan pemantauan berkala, mengapa? Karena bisa jadi di tahun berikutnya anak yang di asuh mengalami perubahan tumbuh kembang, atau mengalami sesuatu yang mengubah dirinya, seperti dari bayi kemudian besarnya menjadi disabilitas, anak mengalami sakit atau kecelakaan, anak berpindah tangan pengasuhan meski dalam satu panti, anak sedang merasa kehilangan figur pengasuh yang disayangnya, dan masih banyak lagi masalah anak dipanti, seperti umumnya anak hidup dalam keluarga, apalagi ini keluarga yang anaknya sangat banyak dan pengasuhnya yang teramat sedikit.

Kalau kita bicara bisnis panti adalah pengasuhan anak. Namun pengasuhan anak sangat berkembang ditengah kita menjauhkan dari jangkauan anak anak berbagai industry candu, perang dengan industri candu yang telah kita buat aturannya untuk dijauhi dari anak mulai dari paparan rokok, vape, judi, minuman keras, pornografi, kekerasan. Dan situasi komppeks ini membtuhkan payung regulasi pengasuhan anak yang lebih kuat.

Maka untuk melengkapi PP 44 tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak, RUU Pengasuhan Anak telah mengusulkan bahwa Pengasuhan Anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik Anak yang dilaksanakan baik oleh Orang Tua, Keluarga Sedarah, Orang Tua Asuh, Wali, Orang Tua Angkat, Lembaga Pengasuhan dan pihak lain termasuk perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran. Jadi kata kunci bisnis pengasuhan anak di panti. juga bicara perlindungan anaknya didalam, Bahwa tidak ada pengasuhan anak jika didalamnya anak mendapatkan kekerasan.

Untuk itulah Negara wajib menjamin hak anak anak yang terlepas dari keluarga, mereka memiliki hak yang sama dengan anak lainnya sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 KHA, Hak Anak Mendapatkan Standar Hidup Yang Layak (Child’s right to an adequate standard of living), yang terdiri dari: perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak.

Maka bayangkan kehidupan anak yang layak di panti ini kemudian berisi hardikan/bentakan atau kekerasan, bahkan rentan tertular HIV/AIDS dan perilaku menyimpang dari pengasuh atau siapapun yang bertanggungjawab mengasuh anak.

Bahwa perbuatan pelaku dengan menghardik atau membentak, melakukan kekerasan berdampak buruk pada anak anak terlepas keluarga, anak anak yang mendapatkan kata kata kasar, diperlakukan kasar maka batinnya menderita atau tertekan, anak di panti ini yang selama setahun sering di bully, dihina, di dipukul dan di intimidasi pengasuh maka rentan melakukan hal yang sama terhadap teman sebayanya, temannya atau orang lain, Sehingga rentan berperilaku menyimpang, mudah tersinggung atau kecewa, melampiaskan kekerasan pada obyek obyek yang tidak berhubungan, kenapa? Karena lemah kecerdasan psikososialnya baik emosi dan mentalny, akibat seringnya mendapatkan tekanan jiwa.

Namun jika pengasuh dan negara penyelenggara perlindungan anak, mampu menjalankan kewajibannya dengan serius dan penuh rasa tanggungjawab, dengan menyiapkan norma, kebijakan, sop, sampai pelaksanaan dan realisasi anggaran, maka anak panti yang tidak diperlakukan kasar dan dihargai pandangannya, anak panti dihargai pendapatnya, maka ke depan kita akan mendapatkan anak anak yang menuntun, membimbing, toleran, membahagiakan teman temannya. Begitu juga ketika anak panti merasa di dengarkan, dihormati dan pengasuh mempertimbangkan dengan sangat detil dan sungguh sungguh atas pandangan, pendapat anak panti, maka itu akan menstimulasi dan membantu pengembangan bangunan emotional intelligence nya, kecerdasan emosi, bukan hanya kecerdasan intelektual anak.
Penanganan anak anak di panti harus menjadi kewajiban dan tanggungjawab pimpinan di daerah Bupati/Walikota sebagai pemimpin penyelenggaraan negara di Kabupaten/Kota masing-masing. Dengan belajar dari peristiwa ini setiap Bupati/Walikota perlu mengambil langkah-langkah yang tepat. Terutama pemimpin daerah di tempat peristiwa panti Palembang, Perlu mengecek kembali petugas mereka, pemahaman dalam bekerja mereka dan lembaga lembaga yang mendapat supervise dari mereka.
Diantaranya dengan memulai sosialisasi tentang program pengasuhan dan perlindungan Anak panti kepada masyarakat, dilanjutkan mencari dan menetapkan kelompok profesi yang bersedia menjadi pendamping keluarga asuh, dilanjtukan pelatihan bagi kelompok profesi yang bekerja dengan prinsip menegakkan hak-hak anak dan perlindungan anak.
Kelompok profesi ini menjadi sangat penting,dengan seringnya panti kekurangan tenaga pengasuhan, apalagi menghadapi berbagai masalah anak, maka perlu pendamping keluarga asuh melalui kelompok profesi. Yang bisa di usulkan dari kalangan pekerja sosial professional, pekerja sosial masyarakat, psikolog, dokter, psikiater, guru, konselor, dan ahli keterampilan untuk merangsang hibby dan minat anak. Tim pendamping keluarga asuh ini menjadi tim supervisi panti, diminta praktek langsung di masyarakat, dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota.
Kemudian seringnya terjadi kekerasan anak di panti, juga dari hasil asessment kasus kasus sebelumnya, karena minimnya tinjauan berkala (periodic review) sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak (KHA) Pasal 25, terhadap kondisi perkembangan anak yang lepas dari keluarga, dilaksanakan tiap bulan, yang dilakukan oleh kelompok tim profesi. Tinjauan berkala terhadap perkembangan anak dilakukan terhadap keluarga asuh/angkat/wali baik mereka adalah keluarga sedarah atau tidak sedarah, baik mereka di asuh didalam panti maupun non panti.
Apa tinjauan berkala yang penting dilakukan, pertama memastikan pelaksanaan pengasuhan dan perlindungan anak bebas dari segala bentuk kekerasan. Kemudian hak pendidikan, hak kesehatan, waktu luang, kegiatan budaya, identitas sipil anak terpenuhi. Dan terakhir ada selalu refreshing kapasitas yang rutin pada pengasuh atau keluarga asuh, keluarga yang menitipkan anak di panti, keluarga angkat, dan keluarga yang menjadi wali
Untuk materi dan media pelatihan tentang pengasuhan anak, hak-hak anak dan perlindungan anak, penting untuk di rumuskan bersama kelompok profesi yang saya sebutkan tadi, baik materi, kurikulum dan media pelatihan yang akan di gunakan,. Materi ini disusun bersama kelompok profesi dibawah koodinasi Bupati/Walikota.
Kemudian keluarga asuh, keluarga angkat, keluarga wali, panti boleh menerima anak asuh dengan memperhatikan latarbelakang yang sama dengan latarbelakang anak
Andaikan ada sifat kedaruratan maka pengasuhan dan perlindungan ditempatkan di lembaga asuhan anak atau panti asuhan anak yang telah terakreditasi, dan penempatannya bersifat sementara sambil menunggu pengalihan di dalam asuhan keluarga, dengan mengutamakan keluarga sedarah. Panti yang menjadi tempat pengasuhan dan perlindungan sementara, hanya boleh menerima sesuai dengan ketentuan diatas tadi tentang kesamaan etnik, agama, budaya dan bahasa anak..
Kita juga mendorong peran masyarakat dan organisasi keagamaan dalam bentuk tanggungjawab bersama yang dikoordinasikan langsung oleh Bupati/Walikota.
Dan untuk penetapan kewajiban Bupati/Walikota sebagai penyelenggara negara yang bertanggungjawab atas kehidupan anak anak panti, hanya bisa ditetapkan jika Presiden merevisi regulasi dan tata aturan kelola kebijakan desa atau kota. Termasuk membagi habis peran peran pemerintah pusat, Kementerian dan Lembaga dan peran Gubernur. Karena mandate UU Perlindungan anak memandatkan penyelenggaraan perlindungan anak sejak dari kandungan sampai 18 tahun.
Kita juga harus meningkatkan layanan di tingkat Desa, RT, RW, yang selama ini mencatat perpindahan anak dengan mengurus surat pindah, pindah Kartu keluarga, namun belum terkoneksi untuk melaporkan perpindahan anak, sehingga fungsi administratif yang selama ini berjalan perlu ditingkatkan. Karena jika fungsi itu tidak ditingkatkan maka anak berpotensi mudah berpindah pindah, di perjual belikan atau trafiking. Seperti anak anak yang sangat belia dan ditemukan bolak balik di apartemen, namun tidak ada transfer tanggung jawab perpindahan anak, akibatnya tidak terlaporkan dan menjadi pekerja prostitusi, dan ketika sudah di telantarkan kembali lagi ke panti.

Begitu juga ketika nanti lepas dari rehabilitasi Kementerian Sosial, dan kembali diterima panti, atau diterima keluarganya, harus disertai prasyarat sebelumnya tentang bagaimana membangun rencana pengasuhan jangkan panjang, terutama sesuai madnat Undang Undang Perlindungan Anak pada keluarga, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan negara sampai 18 tahun. Bahwa siapa yang akan mejadi wali dan penjamin lanjutan anak. Agar tidak jatuh ke tangan yang salah.
Dengan demikian anak panti atau lembaga serupa yang menampung anak anak, bukan sekedar bantuan keuangan, membayar, adinistratif atau memberikan makanan atau pakaian atau pendidikan atau kesehatan gratis tetapi lebih mengarah kepada pengasuhan berkelanjutan tanpa kekerasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak seutuhnya. Terima Kasih

Salam Hormat,

Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515


Bagikan Juga