Mengantisipasi dan menekan anak cuci darah karena kelainan ginjal, sebagamana yang dilaporkan Ikatan Dokter Anak Indonesia. Wakil Ketua KPAI Jasra Putra berkoordinasi dengan para dokter anak.
Para dokter menyarankan untuk mencegah kekurangan vitamin C dan serat, agar para Ibu dan Ayah selalu menyediakan sayur dan buah di ruang penyimpanan. Karena dari kandungan vitamin C dan serat tinggi, kita bisa mengantisipasi dan mencegah kelainan ginjal pada anak. Kemudian memastikan anak mengkonsumsinya.
Selain itu budaya olahraga harus di hidupkan kembali, ditengah anak anak yang bergantung penuh pada gawainya. Kemudian mengurangi zat zat yang dalam pembuatan rasa, komposisinya tidak tepat. Meski memiliki rasa manis, asin dan lemak. Namun bila dikonsunsi dalam jangka panjang bisa berdampak buruk. Apalagi sudah tahu itu buruk dikonsumsi, tapi kemudian didekatkan pada anak dengan rasa rasa buah atau karakter yang anak suka, seperti rokok vape dan rokok pods dan minuman keras.
Saya kira program makan gratis yang akan di selenggarakan di sekolah sekolah di masa pemerintahan Bapak Prabowo dan Mas Gibran, bagus untuk di percepat. Karena banyak hal yang di sampaikan para dokter tentang ancaman kesehatan anak yang harus segera di antisipasi. Terutama dalam mengantisipasi perubahan iklim. Anak anak membutuhkan bekal modal kesehatan yang tinggi.
Jadi program makan gratis ini dapat menekan korban anak yang sudah terancam kesehatannya. Menjadi suatu cara menciptakan anak anak mau mengkonsumsi sayur dan buah, karena seringkali bentuk pangan sayur dan buah, memenuhi target mengkonsumsi air putih.
Tapi yang juga jadi peringatan kita, harga minuman berwarna bisa jadi terkesan lebih murah dibanding air putih. Sehingga perlu kebijakan mendekatkan makanan dan minuman yang sehat, tapi murah, bahkan kalau di program Pak Prabowo dan Pak Gibran gratis ya.
Karena kita sudah terlalu lama, berhadapan dengan makanan sehat yang terkesan lebih mahal. Contoh saja untuk anak mengkonsumsi air minum berkualitas dengan komposisi mineral yang baik dan mengandung oksigen saja menjadi tak terjangkau di beli anak. Dengan harga harga di retail sangat tinggi. Akhirnya dengan uang jajan yang ada itu, mereka mencari yang lebih murah, sehingga bisa membeli beragam jajanan.
Kemudian makanan dan minuman yang sehat, seperti air putih misalnya, atau bentuk sayur, karena dipahami anak bukan makanan kekinian, karena kalah tampilan dengan industri makanan, industri olahan, industri kemasan lainnya.
Termasuk ada anggapan yang sehat itu dalam memprosesnya lama menjadi bentuk makanan atau minuman. Tidak praktis. Sehingga banyak yang bermigrasi ke industri makanan dan minuman cepat saji, instant atau sachet, memakai segala macam bumbu atau rasa cukup dengan kemasan 1 sachet lebih instant. Yang saya kira pemgawasannya harus lebih ketat.
Kita sangat berharap program makan gratis ini, mampu melawan ketidak berdayaan anak menghadapi industri makanan dan minuman olahan dan kemasan. Program makan gratis ini, sangat strategis untuk melawan dampak buruk ancaman kesehatan anak. Sebenarnya Indonesia tak kurang kurang soal kearifan lokal nusantara dalam rempah, bumbu, makanan dan minuman. Hanya perlu keberpihakan lebih lanjut kalau itu mau di dekatkan pada anak. Seperti tampilam makanan dan minuman.
Karena ketika makan dan minum bersama, ada suasana kehangatan, kebersamaan, edukasi, mengenalkan kandungan zat makanan dan minuman. Sehingga anak anak terdorong kuat untuk ikut makan bersama dan punya alasan kuat untuk mengkonsumsinya, selain itu juga mengenalkan partisipasi bermakna budaya hidup bersih dan sehat.
Sehingga program makan gratis ini jadi budaya baru yang disukai anak sekaligus dapat memenuhi kebutuhan gizi seimbang.
Karena memang belum ada alat, yang bisa pastikan mengontrol asupan makanan anak setiap harinya. Meski seharusnya ada pembagian peran orang tua, mereka yang bertanggung jawab dan bekerja dengan anak punya tanggung jawab dalam mengantisipasi peringatan para dokter.
Hal yang sulit di kontrol lainnya, adalah tersedianya berbagai jajanan yang tidak baik sebenarnya untuk kesehatan anak, namun tampilan makanannya mengalahkan makanan yang lebih dibutuhkan anak. Mereka membeli sudah dalam bentuk kemasan, atau karakter yang disukai.
Namun kalau itu terus tersedia, padahal berdampak tidak baik bagi kesehatan anak. Tentu bila anak anak sering keluar rumah, dan diluar sana selalu menyediakan, akan terus mengkonsumsinya setiap hari. Maka anak pun berpotensi untuk selalu mengkonsumsinya. Ini yang tidak bisa di kontrol. Sehingga membutuhkan langkah afirmasi dari kita semua.
Selain sekolah, kita juga memiliki anak anak yang belum bersekolah, putus sekolah atau tidak sekolah. Bagaimana mereka mendapatkan edukasi makanan dengan komposisi gizi berimbang, lalu bagaimana memastikan mereka mengkonsumsi makanan seperti program makan gratis yang diadakan sekolah sekolah. Saya kira di sana ada peran Ibu Ibu PKK yang memiliki program program baik seperti Posyandu Anak, Posyandu Remaja, Posbindu, Posyandu Lansia. Dengan membangun gotong royong bersama mensukseskan program gizi berimbang.
Memang persoalan isu kesehatan, isu yang paling jauh di usia anak. Sehingga anak anak ketika berhadapan dengan isu kesehatan, paling tidak mudah mendeskripsikannya, tidak mengerti istilah istilah kesehatan. Ini jadi PR kita bersama, bagaimana meningkatkan partisipasi anak dalam pemenuhan hak kesehatannya, seperti memperbanyak nyanyian anak tentang anggota tubuh nya, nyanyian nynyian bertema isu kesehatan, berbagai perlombaan tentang kesehatan, dengan memperhatikan kebutuhan sesuai usia, minat, pemahaman, tumbuh dan kembangnya.
Selain nyanyian. Saya kira Ibu Negara Ani Yudhoyono mempelopori dokter kecil award, yang merupakam seleksi sejak dari tingkat bawah. Dalam pengarusutamaan terus meneerus isu kesehatan dekat dengan anak, dengan memberikan anugerah dokter kecil sebagai duta duta kesehatan anak di masyarakat dari lapisan bawah sampai atas. Saya kira di era ini bisa dilanjutkan kembali, karena kondisi partisipasi aktif anak pada isu kesehatan yang masih di rasakan sangat sangat kurang.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515