Bagikan Juga

Peristiwa penculikan baru baru saja dilaporkan terjadi di beberapa tempat, meski semua peristiwa sedang di telusuri Kepolisian. Ada yang benar benar terjadi, ada yang tidak.

  1. Pertama peristiwa di Yogyakarta, ada 2 kejadian penculikan anak yang gagal, yang sedang dalam pengecekan Kapolsek Depok Timur Yogyakarta. Kapolres telah mengingatkan agar tiap sekolah memasang CCTV baik di dalam sekolah maupun di sekitar luar sekolah, serta meminta komunikasi antara orang tua dengan wali kelas murid lebih intens. Termasuk memantau sosial media anak anak
  2. Kedua, peristiwa di Bekasi, yang tersebar viral di medsos, tentang penculikan anak, untuk tujuan menjual organ, dengan TKP Wisma Asri Kota Bekasi. Namun telah di jawab Kapolres Metro, bahwa informasi tersebut hoax. Tetapi peristiwa videonya benar terjadi pada 2020. Untuk itu Kapolres tetap mengingatkan orang tua untuk lebih perhatian kepada anak anaknya
  3. Ketiga, Surat Edaran Polresta Tasikmalaya dan dinas pendidikan setempat, dalam rangka antisipasi banyaknya info penculikan anak, meski belum terjadi di wilayah hukum polres
  4. Keempat, peristiwa di bawah yuridiksi Polda Kepri, atas pembunuhan 2 anak. Yang dilaporkan motif pembunuhan korban karena ingin mengambil ginjal dan menjualnya
  5. Kelima, terakhir peristiwa di Makassar, pelaku anak yang membunuh korban anak untuk menjual organ. Rencana pembunuhan dan penjualan organ itu, setelah terhubung dengan jasa online pembelian organ.
  6. Keenam, peristiwa penculikan bayi di tempat persalinan yang pernah disampaikan media
  7. KPAI juga pernah bersama unit patroli cyber crime, pernah dilaporkan seorang ibu yang merasa anaknya di culik temannya di Kalimantan, dan kemudian setelah beberapa minggu ditemukan ‘dijual temannya’ di Jakarta.

Dan penculikan ini, beroperasi dengan berpindah pindah tangan. Sehingga perlu deteksi panjang, namun dengan alat dari patroli cyber yang mampu mengecek nomor registrasi produk hp milik anak, akhirnya ketika hpnya aktif dapat diketahui lokasinya dan ditangkap pelakunya. Namun kasus ini bisanya, setelah dilaporkan ke unit cyber crime di Jakarta, di Kalimantan sendiri berlum ada.

Keresahan dan Kepanikan Orang tua, apa yang harus dilakukan

Kalau pertanyaan tadi, apakah kemudian ketakutan info penculikan anak ini, di jawab dengan keresahan, kepanikan orang tua , kemudian membatasi anak, apalagi sampai mengurung anak, tentu bukan itu jawabannya, justru hal tersebut dapat lebih membuka ruang anak berada dalam situasi yang lebih buruk. Bahkan tekanan itu bisa menyebabkan anak kabur dari rumah, yang memudahkan para penculik.

Jutru saya kira, bagaimana keresahan, kekahwatiran dan kasusnya dikurangi, dengan memastikan * ‘memetakan’* kembali situasi anak, Mana yang ortu merasa daerah rawan atau khawatir anaknya diculik.

Misal rute berangkat dan pulang sekolah (apa yang harus dilakukan agar tidak terjadi penculikan), kemudian ruang bermain ‘adakah ruang yang dikhawatirkan tidak aman’ misal di lingkungan ada rumah kosong, area luas sepertri kebun atau hutan, area taman yang luas, arena kawasan industry yang sering sepi ketika jelang sore dan malam, atau ada anak anak yang nongkrong sampai pagi.

Atau adakah di daerah bapak ibu, residivis pencabulan anak atau mantan kasus pencabulan anak, karena kasusnya seringkali berulang. Mereka bisa menculik anak bapak ibu, bisa seharian, beberapa jam, bahkan berhari hari, dalam peristiwa tertentu bahkan lebih buruk.

  1. Ibu Bintang Menteri PPPA sebenarnya memiliki program RASS Rute Aman Selamat Sekolah yang sudah dijalankan sejak 2 tahun belakangan. Saya kira panduan program ini harus terus di sosialisasikan di masyarakat.

Modus penculikan anak? Siapa saja yang rentan untuk menjadi korban penculikan?

Pengantar
Dari hasil asessment kasus Penculikan anak, datanya didominasi akibat ujung puncak masalah anak.

Ketika anak tidak bisa menjawab persoalan di keluarga, misal menjadi perebutan kuasa asuh di keluarga, konflik orang tua yang berkepanjangan di depan anak, anak di bebani hal hal yang tidak pantas diberikan pada usia dan tumbuh kembangnya. Sehingga ruang keluarga menjadi ruang yang paling tidak nyaman dan anak untuk anak.

Setelah di keluarga tidak selesai, kita berharap terjawab di sekolah. Namun yang terjadi anak anak mengalami bullying kekerasan di sekolah, tekanan pembelajaran dari sekolah dan orang tua, komunikasi antara orang tua dan sekolah yang tidak intens dan menjadi beban anak.

Jika juga tidak terjawab sekolah, maka kita berharap lingkungan yang mampu menjawab.

Namun bila tidak terjawab , maka anak anak akan meminta bantuan media sosial, dengan status status update mereka, berselancar mencari informasi. Melalui bantuan pertemanan, atau internet. Dan kita tahu tidak semua informasi layak anak, layak untuk dipahami sesuai usia dan tumbuh kembangnya. Yang akhirnya membawa situasi lebih buruk untuk anak.

Disanalah anak mulai mengenal dan mengkonsumsi industri candu , yang marketingnya membujuk dan merayu dalam menawarkan anak untuk mengurangi stress mereka.

Ujungnya atas situasi ini, anak anak juga menjadi korban penculikan . Anak dijadikan bagian penjualan industry candu, yang menjeratnya sulit terlepas dan menjadi korban tidak kembali ke keluarga, penculikan, dsbgnya.

Hal ini terjadi dan dilaporkan ke KPAI, ortu lapor anaknya hilang, tetapi ternyata bisa di pesan via online melalui temannya. Ketika ortu mengambil anaknya, yang terjadi tempat prostitusi mengungkap identitas anak, yang menyebabkan anak kembali kesana, karena kalau di tempat prostitusi merasa lebih diterima dan aman. Begitulah perlakuan salah yang diterima anak

Bahwa praktek penculikan anak juga berasal dari Industri candu , yang bertali temali dengan kejahatan pada anak, dengan alasan mengurangi stress, mengatasi hedonisme, mengatasi problem eksistensi anak. Solusi industry candu untuk mengurangi tekanan itu, dengan menyertakan mulai dari rokok, miras, narkoba, zat psikotropika yang dijual umum tanpa ijin, paparan radikalisme, paparan pornografi, paparan judi.

Anak menjadi media promosi, informasi, iklan, endoors. Seperti anak yang hilang, tetapi ketemu nya di media sosial, dengan aktif diinstagram membuka dirinya dan menawarkan, dengan setiap online, di sebelahnya ada iklan industri candu, seperti ketika online disebelahnya ada rokok, ada minuman keras dan ada iklan judi, mungkin juga sambil mengkonsumsi narkoba.

Sampai sekarang, pemerintah terus berupaya memberi pajak yang tinggi, bagi produk yang merusak anak. Namun, kita masih punya tantangan dalam menjerat para pemilik industri, yang mudah adalah menjerat anak anak yang menggunakannya.

Tapi sayang dengan besarnya anak anak terpapar industry candu, namun lembaga rehabnya sangat minim. Jadi tanggung jawab dan komitmen industri masih perlu diitingkatkan, kepada resiko dan kerentanan yang dihadapi anak. Yang dapat merusak usia produktifnya nanti.

Kembali ke Kasus kasus penculikan anak, yang ditemukan dan terlaporkan adalah Penculikan anak karena perebutan kuasa asuh, anak menjadi penjual narkoba atau miras, anak terjebak bisnis prostitusi, anak terjebak industry candu, ketika anak tidak terperhatikan keluarga, alasan faktor ekonomi dengan berbagai sebab sehingga anak menjadi jaminan, menculik anak karena pusaran konflik orang tua atau keluarga besarnya, dibawa oleh orang yang dikenal atau dekat seperti ART atau supir karena alasan tertentu. Ada juga penculikan bayi di tempat persalinan yang terjadi di wilayah tenaga kesehatan.

Terakhir anak yang di culik diajak mengemis manusia gerobak dengan modus mencari belas kasih orang lain di jalan. Seperti yang belum lama ditangkap kepolisian, setelah selama sebulan pelaku buron.

Penyebab

  1. Tentu anak tidak bisa membela dirinya sendiri, mereka adalah generasi peniru, sehingga haus akan figur yang bisa memenuhi kebutuhannya. Sehingga seringkali tidak mengerti resiko yang terjadi dan tidak mengerti bahwa mereka sedang mendapatkan perlakuan salah.

Kebutuhan meniru ini menjadi problem eksistensi setiap hari, yang mudah dimanfaatkan dan mengundang orang tidak bertanggung jawab. Sehingga mudah menculik anak

  1. Anak anak adalah kelompok paling rentan yang belum bisa melindungi diri sendiri. Karena secara fisik mudah dikuasai, secara pemahaman mudah dibelokkan dan anak tidak mudah menyalurkan emosinya, sehingga mudah mendapatkan perlakuan salah
  2. Lemahnya pengawasan orangtua. tentu tidak ada orang tua yang bisa mengawasi anaknya selama 24 jam, apalagi yang memilik banyak anak. Kita juga perlu perhatian kepada anak anak yang diasuh, tinggal diasrama, yang seringkali rasio antara pendamping dan anak sangat jauh, sehingga rentan penculikan, bila tidak diawasi dengan baik.

Begitupun ketika anak semakin besar, juga semakin berkurang akan kebutuhan kepada orang tua. Sehingga anak sering tidak melibatkan orang tua dalam keputusan keputusan yang diambil. Yang berdampak, seperti keluar rumah dengan tidak pamit, menyembunyikan perilaku rentan, dan peristiwa yang berdampak hukum.

Orang tua juga merasa, anaknya tidak akan kemana mana, seperti anak anak yang hidup di daerah padat seperti gang, slum area atau komplek

Namun dengan peristiwa anak bermain sepeda di depok, yang di tandai pelaku dan diawasi dengan mengawasi rute yang akan di lalui korban, dan menentukan aksi penculikan, kemudian melakukan rudapaksa, Kita jadi tahu, penculikan anak bisa terjadi dimana saja. Karena penculikan ini, membuat pelaku aman melakukan serangan kejahatannya.

  1. Yang paling sedih kan, ketika anak mendapatkan kekerasan baik fisik,psikis, jiwa, bullying, bentakan, ketidak berhasilan. Kemudian menumpahkannya ditempat yang salah.

Bahwa ketika anak berada dalam masalah, seringkali membutuhkan ruang menyendiri. Tapi terbayang tidak, anak anak yang hidup di daerah padat, rumahnya hanya sekotak, istirahat saja gantian sama orang tuanya.

Ada juga lo, meski punya rumah, tetapi anak merasa tidak punya orang yang bisa dipercaya dirumah, dirumah anak merasa tidak aman.

Tentu saja akhirnya, mereka akan ketempat yang rawan, pulang selalu paling malam ke rumah, yang membuat rentan dan perilaku beresiko dalam kesendiriannya. Menyerahkan nasib hidupnya kepada orang orang yang tidak pernah dikenalnya.

Bahkan kalau kita searching di internet banyak tempat menawarkan ‘obat’ dari perasaannya, ini yang seringkali mengundang kejahatan, industry candu, yang kemudian anak tidak pulang berhari hari, dan dilaporkan menjadi korban penculikan. Kepolisian paling sering menerima laporan yang seperti ini.

Namun ketika ditemukan pun, ada PR tersendiri untuk keluarga terkait mengembalikan kondisi anak, ini tidak mudah.

  1. Pelaku penculikan anak bisa orang terdekat, tetangga, orang yang sering lewat, yang menjadi pembantu. Artinya kita harus mengenal baik tetangga kita, RT RW kita, menyusun kembali jadwal siskamling kita (tentu tidak hanya malam saja), untuk itu butuh pembagian yang bertugas sebagai pengamanan (sebagaimana di rumah komplek).

Pernah ada peristiwa penculikan anak perempuan, orang tuanya sangat gusar anak perempuannya sudah 4 hari tidak pulang, yang kemudian mayatnya ditemukan di dalam kardus yang ditinggalkan di gang. Yang ternyata di culik untuk kejahatan seksual. Pelakunya adalah orang yang berjualan di dekat rumah. Peristiwa ini di Kalideres 2015, dan menyita perhatian dan pemberitaan.

  1. Penculikan anak untuk kebutuhan penjualan organ, ini pernah hampir terungkap oleh APH, hanya pelakunya sangat licin, sulit tertangkap. Seperti peristiwa di Makassar. Sampai sekarang polisi masih mengejar pelaku yang membuat jasa pembelian organ tersebut
  2. Kemudian penculikan anak untuk dijual, seperti yang terjadi di ruang persalinan, hamil untuk motif eksploitasi ekonomi dengan menjual bayi, seperti peristiwa di Indonesia timur dengan bayi dijual di pasar.
  3. Anak yang dititipkan berada di lembaga alternatif, kemudian saat ditagih orang tua untuk mengembalikan, sudah berada di pihak lain. Akhirnya berseteru antara ortu dan lembag alternatif. Namun atas usaha orang tua akhirnya anak dapat ditemukan.
  4. Begitupun anak anak yang tidak tercatat negara dari pernikahan siri, akhirnya berpindah pindah tempat, kemudian dimanfaatkan oknum untuk di perjual belikan, ini juga bagian, dari praktek penculikan anak. Karena proses perpindahan ini, tidak menekankan pertanggung jawaban, alias pembiaran.

Melihat deretan kasus kasus ini, bahwa penculikan anak adalah modus kejahatan tidak berdiri sendiri, mereka berjejaring, karena ada jasa yang mempertemukan antara penculik, penjual dan pembeli, serta jasa yang timbul dari kebutuhan anak dengan status direbut atau diculik tersebut.

Bagaimana anak tidak menjadi korban penculikan

Yang paling umum dan paling banyak kita dengar dari para ahli, bagaimana orang tua mencegah anak dari penculikan adalah

  1. Ajarkan anak cara menolak ajakan orang lain yang tidak dikenal.
  2. Anak diajak mampu menyampaikan isi pikirannya, karena seringkali anak bingung menyampaikan emosinya, sehingga tersalur ditempat yang salah, atau cara mengekspresikannya salah.

Sehingga penting melatih anak dalam menyalurkan emosinya, agar tidak direbut di tempat tempat yang salah. Karena penculikan anak juga terjadi, karena pelaku menyasar anak rentan, mentraking, memonitor media sosial anak dan kebiasaan anak.

Salah satu cara solusinya anak anak diajak bermain peran, mengenal emosinya, mengenal jiwanya. Sehingga anak mampu menyampaikan kecemasan atau ketakutannya.

Hal ini sangat bermanfaat dalam mereka mendeteksi potensi yang mencurigakan di sekitarnya atau bila ada yang bertingkah laku aneh disekitarnya, anak anak segera melapor ke orang tua atau guru.

  1. Perlunya tempat aman, Ketika anak ingin bermain, belajar, merencanakan berkumpul, mencari tempat curhat atas perasaan sedihnya. Kemudian kecewa, BT, badmood, gabut.

Karena bentuk rumah setiap keluarga Indonesia berbeda beda ya, ada yang rumahnya di slum area, rumahnya Cuma sekotak, daerah padat, gang, kawasan industry, daerah rt 0 rw 0 (tidak masuk daerah administratif), daerah perkotaan, daerah pasar, daerah ramai. Bahwa semua tempat punya daerah rawan, sepi, rentan, gelap, negatif.

Artinya mari kita lihat rumah masing masing, seperti apa, Apakah tersedia tempat yang aman? Apakah anak anak kita tidak beraktifitas di tempat yang rawan, seperti rumah kosong, hutan, kebun, dll

  1. Biasakan kalau anak merasa curiga, takut, ketika jauh dari orang tua atau pelindungnya, dapat langsung mendekati orang dewasa, menuju keramaian, mencari teman temannya atau berkumpul dengan orang orang dewasa
  2. Ketika anak diajak di area public, keramaian, tidak bersama kita atau diluar pengawasan. Maka hindari memakai perhiasan, aksesioris yang mengundang pihak lain, penggunaan alat alat teknologi seperti jam, gadget, tablet.
  3. Mengajari anak beladiri, juga bisa menjadi bagian penguatan diri, baik secara penyaluran emosi, berani menolak, berkata tidak. Namun tetap saja anak kelompok tidak berdaya, ketika menghadapi banyak orang dewasa di sekitarnya yang berniat jahat
  4. Cara lainnya adalah ortu dan anak menyepakati sebuah password, ketika di jemput orang tidak dikenal. Tapi alangkah baiknya tetap berkomunikasi, karena kita tahu banyak perangkat komunikasi yang menyediakan video call dengan orang tua. Sehingga ketika sekolah atau anak atau tempat les, tidak mengenali penjemputnya, bisa dicek langsung orang tua. Tentu dengan menuju tempat aman sebelum berkomunikasi, jangan di pinggir jalan atau luar sekolah.
  5. Menentukan lokasi anak berangkat ke sekolah yang aman, Memperbaiki tempat area penjemputan anak, ditempat yang mudah diawasi sekolah, ada CCTV, ada satpam yang mengatur alur penjemputan, menggunakan transportasi umum yang sudah di kenal atau berlangganan
  6. Dengan peristiwa di Makassar, menculik anak dengan mengakses internet untuk penjualan organ dan membunuh anak. Artinya peristiwa penculikan anak bisa terjadi kembali. Untuk itu patroli cyber penting gencarkan, dan anak anak dijelaskan resiko melakukannya. Namun yang jadi catatan ternyata pelaku anak, adalah anak yang ditantang orang tuanya untuk berhasil dan sukses, dan tidak menyusahkan keluarga.
    Jangan sampai melarang atau menekan anak agar terhindar penculikan anak, tetapi kita juga tidak menyediakan ruang yang aman anak untuk bermain, bersekolah, berkumpul.

Karena mereka tidak berdaya untuk membela dirinya sendiri, ketika menjadi target kejahatan bersama sama, berjejaring, dll.

Seperti pengadaan CCTV, mengembalikan jadwal siskamling, mendorong RT RW memiliki seksi perlindungan anak, melakukan rutin monev kota layak anak.

Membangun sosialisasi pelopor dan pelapor dengan memberikan informasi terbuka di setiap desa, yang berisi bagaimana mengakses rujukan dan manajemen kasus. Dengan memanfaatkan ruang ruang yang terbuka dan bisa dibaca masyarakat. Kalau perlu menempelkannya di setiap rumah. Agar ketika ada masalah, anak tidak bertanya ditempat yang salah

Mengajak semua pemerintah daerah mengisi SIMEP, dalam rangka Monev perlindungan anak dan memberi rekomendasi yang tepat dan melaporkannya kepada Presiden dalam efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia. Agar tergambarkan bersama, apa saja yang dilakukan daerah dalam kurun waktu tertentu. Karena seringkali daerah dihakimi akibat banyaknya kasus di suatu daerah, padahal yang lebih penting adalah sejauh mana daerah cepat merespon, layanan tersedia, lembaga rehab tersedia, ada lintas profesi yang menangani.

Soal ODGJ yang dibakar karena menculik anak

Memang selama pandemi, persoalan penambahan angka pasien gangguan perilaku dan gangguan jiwa menjadi catatan penting Kementerian Kesehatan.

Berbagai rekomendasi dari para tokoh pendidikan, agar ada dorongan lembaga pendidikan kembali mengasesment kembali peserta didik dan guru pada soal kondisi kesehatan jiwa, pasca pembatasan 3 tahun pandemi. Karena sangat penting dilakukan. Dengan berbagai peristiwa tingkat fatality kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan, pasca PPKM dicabut

Dengan kehadiran UU Pendidikan dan Layanan Psikologi yang memberi mandat layanan kesehatan jiwa yang layak untuk setiap orang. Artinya seperti dinas kesehatan, dinas pendidikan, punya peran penting, begitupun kemendagri dalam mendorong perwakilannya di tingkat bawah melihat kondisi kesehatan jiwa masyarakat.

Begitupun catatan Kementerian Kesehatan di masa pandemi telah berdampak meningkatnya 64,3 persen orang dengan gangguan kesehatan jiwa. Artinya ini penting menjadi catatan bersama. Peningkatan ini tidak bisa dianggap sepele, harus ditangani dengan baik. Apalagi kita akan masuk tahun politik, yang kita tahu dari pengalaman sebelumnya, banyak mengundang kekerasan. Maka terbayang dengan semakin dekatnya suhu politik yang akan cenderung memanas bila mendekati waktu pemilihan, akan mengundang reaksi gangguan jiwa dari data tersebut. Ini sangat mengerikan jika tidak ditangani dengan baik.

*Soal ODGJ yang belakangan jadi pemberitaan, mulai dari ODGJ menculik anak, ODGJ melempar balita ke kebun dan ditemukan meninggal, kemudian pasangan suami istri gangguan mental yang mengubur anaknya di persawahan setelah menangis tidak henti karena tidak makan, dan seorang paman di Sukabumi yang membanting bayi 4 bulan setelah diperlakukan tidak baik keluarga. Tidak bisa dilihat sebagai *peristiwa tunggal.* Mereka menjadi bagian disabilitas yang hak haknya diperhatikan dan dijamin negara. Dalam setiap kasus hukum, merrka membutuhkan pendampingan khusus, akomodasi yang layak dan aksesibel.

ini adalah rangkaian dari banyak peristiwa diskriminasi yang di alami ODGJ, baik di keluarga, masyarakat dan lingkungannya. Sehingga peristiwa itu terjadi, karena mereka ingin diperhatikan, namun jauh dari harapan karena stigma dari kondisi mereka.

Bayangkan ketika mereka mendapatkan pelecehan, ledekan, dan ketika ketidak berdayaan untuk melawan, mereka melempar batu, melempar bayi, yang berujung di pasung, di ikat, di sisihkan, dibuang, tidak diakui keluarga, menempatkan hidup mereka sejak kecil sampai besar dalam situasi terdiskriminasi berlapis dan sangat rentan.

Artinya dari 4 peristiwa pertumbuhan orang dengan gangguan jiwa, dimana disana ada anak anak juga, perlu menjadi perhatian, perlu ada panduan di masyarakat bagaimana pengasuhan anak dalam keluarga ODGJ. Juga melihat secara utuh ODGJ hidup di keluarga dan lingkungan. Agar penculikan dan peristiwa buruk dapat dicegah.

Padadal Kemensos telah mencontohkan mereka bisa kembali, bila ada penanganan yang bertahal dan tepat. Hanya cara pandang ini masih sangat perlu di sosialisasikan lebih luas, terutama di daerah yang jauh dari informasi tentang ODGJ

Termasuk isu yang masih sangat tersembunyi adalah ODGJ yang dialami anak anak pasca pembullyian di sekolah, dan berlanjut ke medsos dan tempat bermainnya. Pembullyan panjang ini menyebabkan anak anak putus sekolah. Menjadi ODGJ yang sangat tersebunyi dan jarang dibahas karena berbagai alasan. Karena aib, sehingga sekolah dan orang tua diam saja dan kewalahan menanganinya.

Artinya anak anak dalam situasi pengasuhan keluarga ODGJ rawan diculik dan mendapatkan perlakuan buruk.

Soal Support System
Kesadaran melindungi anak dari penculikan, adalah kesadaran yang perlu ada instrumentasi, ada yang memimpin, agar semua peduli. Karena tidak bisa kesadaran melindungi anak hanya seorang diri, terbatas di sebuah komunitas atau kelompok atau organisasi, tapi harus orang sekampung sadar.

Karena ketika anak didepan kita akan aman aman saja, tetapi ketika lepas pengamatan kita ‘siapa yang melindungi’. Oleh karena itu *perlindungan anak butuh orang sekampung.

Untuk itu butuh kesepakatan bersama dalam pengasuhan anak bersama,* disinilah KPAI selalu mendorong ada kebijakan payung soal RUU Pengasuhan Anak, karena regulasi yang ada sekarang ‘sangat jauh dari cukup’ dengan beragamnya pola pengasuhan anak. Dari mulai anak anak di daerah industry yang sering ditinggalkan, dititipkan ke RT RW, di titipkan perpindah pindah tangan, anak dalam kkonflik yang rentan lepas pengasuhan, anak yang tidak tercatat sipilnya karena kelahiran yang tidak diinginkan atau pernikahan siri.

Ini semua potensi anak tidak tercatat negara dan sering menjadi korban penculikan anak, yang ujungnya kekerasan yang dialami seumur hidup anak karena perlakuan salah orang di sekitarnya.
Salam Hormat,

Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515


Bagikan Juga